Cara menunaikan Amanah

Keberadan manusia di muka bumi merupakan bagian terpenting dari tata kehiduapan alam semesta, hal ini lebih disebabkan karena manusia merupakan pengemban amanah sebagai kholifah di muka bumi. Tanggung jawab tersebut dibebankan pada setiap individu yang telah berikrar kepada Tuhan bahwa dirinya sanggup untuk dilahirkan kedunia. Rasulullah Saw bersabda “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya dan harus mempertanggungjawabkan pemimpinanya. Pemimpin dan pembesar adalah pemimpin,akan diminta pertanggungjawabanya tentang gembalaanya ,laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dia harus mempertanggungjawabkan apa yang dipimpinya ,wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya, dan dia harus mempertanggungjawabkannya pula, sampai pada pembantu rumah tanggapun adalah pemimpin terhadap harta majikanya diapun harus bertanggungjawab penuh apa yang dijaganya itu”. ( HR. Bukhari dari Ibnu Umar, Muslim dari Anas bin Malik ).
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58). Lebih lanjut nabi menegaskan dengan sabdanya “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban). terkait dengan permasalahan ini Imam Muhammad Abduh menerangkan bahwa amanah itu adalah hasrat manusia untuk menunaikan kewajibannya dengan sempurna dalam tugas dan pekerjaan yang diserahkan padanya
Menjalankan Amanah
            Meski amanah adalah sesuatu yang teramat berat untuk di pikul oleh manusia, hal ini bukan berarti menjadi sebuah alasan bagi seseorang untuk menghindar dari tugas yang telah dibebankan kepadanya. Rasulullah SAW bersabda
“Barangsiapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.”(HR. Ahmad).
Orang yang diserahi amanah ini, akan mendapatkan kebaikan yang banyak jika menunaikan amanah dan akan mendapatkan keburukan yang banyak jika amanah ini di khianati. Seorang mukmin menyadari hal ini, karenanya ia akan menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Karena Allah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al Anfal : 27).
Oleh karena itu jabatan didalam Islam adalah sesuatu yang tidak boleh diperebutkan secara ambisius, sebab mempunyai resiko yang begitu tinggi. Kita bisa melihat bagaimana nabi memberikan pelajaran kepada para sahabat terkait dengan permasalahan ini. Suatu ketika Abu Dzar bertanya kepada Nabi Muhammad SAW,”Wahai Rasulullah, tidakkah engkau memberiku jabatan?” Kemudian Rasulullah menepuk pundak Abu Dzar, lalu beliau bersabda, ‘’Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau itu lemah, sedangkan jabatan itu amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajiban yang diembankan kepadanya.
Nabi tentu mengetahui kompetensi orang sekaliber Abu Dzar, cerita di atas tidak dimaksudkan bahwa nabi meremehkan kemampuan yang dimiliki oleh Abu Dzar, melainkan lebih pada isyarat sekaligus rambu-rambu kepada para sahabanya betapa jabatan merupakan amanah yang begitu berat dan tidak boleh diperebutkan
Macam-macam amanah
            Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Fitrah yang ada dalam diri manusia merupakan sebuah potensi yang seyogyanya dikembangkan untuk memaksimalkan tugas kemanusiaan. Potensi tersebut mampu membawa manusia sebagai sosok yang ideal sebagai penjaga, pemelihara, dan pelaksana bagi tata kehidupan dunia.

Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih) orang yang telah terbebani oleh hokum ta’lif mempunyai kewajiban untuk menjalankan setiap aturan yang sudah disyari’atkan kepadanya.
Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Setiap muslim juga berkewajiban menampilkan wajah Islam yang ramah, toleran, damai, jauh dari kekerasan, penuh dengan kasih sayang, sehingga wajah Islam benar-benar menjadi agama yang rahmatan lil alamin.
Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia.
Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya.
Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
Jika setiap individu muslim mampu menyadari betul peran dan fungsinya di muka bumi, maka tidak sejengkalpun dari mereka untuk menghianati amanah, dan mereka akan memegang dengan loyalitas tinggi untuk menggapai keridoan illahi rabbi.
 Sumber : Tulisan M.Zuhron Arofi, S.Pd.I (Dosen FAI)

BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites