Tampilkan postingan dengan label Kisah Sukses. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah Sukses. Tampilkan semua postingan

Cara Hidup Bahagia dengan Memaafkan

Bayangkan Anda sedang menghadiri pesta yang amat meriah. Semua orang tampil dengan pakaian terbaik. Makanan yang dihidangkanpun tampak lezat dan mengundang selera. Saat Anda antre untuk mengambil makanan, tiba-tiba seseorang yang sangat Anda percaya berbisik di telinga Anda, ''Hati-hati, banyak makanan tak halal disini, bahkan ada beberapa yang beracun!'' Saya berani menjamin Anda akan mengurungkan niat mengambil makanan. Boleh jadi Anda pun langsung pulang ke rumah. Anda benar, hanya orang bodohlah yang mau menyantap makanan tersebut. Kita tak mau makan sembarangan. Kita sangat peduli pada kesehatan kita.
Anehnya, kita sering bahkan dengan sengaja memasukkan ''makanan-makanan beracun'' ke dalam pikiran kita. Kita tak sadar bahwa inilah sumber penderitaan kita. Salah satu makanan yang paling berbahaya tersebut bernama: ketidakmauan kita untuk memaafkan orang lain!
Ketidakmauan memaafkan adalah penyakit berbahaya yang menggerogoti kebahagiaan kita. Kita sering menyimpan amarah. Kita marah karena dunia berjalan tak sesuai dengan kemauan kita. Kita marah karena pasangan, anak, orang tua, atasan, bawahan, dan rekan kerja, tak melakukan apa yang kita inginkan. Lebih parah lagi, kita memendam kemarahan ini berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Memang banyak sekali kejadian yang memancing emosi kita. Pengendara motor yang memaki kita, mobil yang menyalib dan hampir membuat kita celaka, orang yang membobol ATM kita, adik yang sering minta bantuan tapi tak pernah mengucapkan terima kasih, pembantu yang membohongi kita, maupun bos yang pelitnya luar biasa. Kita mungkin berpikir bahwa orang-orang tak tahu diri ini sudah sepantasnya kita benci. Tapi kita lupa bahwa kebencian yang kita simpan hanyalah merugikan kita sendiri.
Sudah menjadi tabiat manusia, tatkala hatinya disakiti, dia akan merasa sakit hati dan boleh jadi berujung dengan kedendaman. Walaupun demikian, bukan berarti kita harus dendam setiap kali ada yang menyakiti. Malah sebaliknya, jika kita dizalimi, maka doakanlah orang-orang yang menzalimi itu agar bertaubat dan menjadi orang saleh. Mampukah kita melakukannya?
Para Nabi-Nabi adalah sosok yang hatinya bersih dari sifat dendam. Walau ia dihina, dicaci maki, difitnah, bahkan hendak dibunuh, tak sedikit pun ia mendendam. Bahkan, ia mati-matian berbuat baik kepada orang-orang tersebut dan begitu ringannya ia memaafkan.
Penelitian menunjukkan ketidakrelaan memaafkan orang lain memiliki dampak hebat terhadap tubuh kita: menciptakan ketegangan, mempengaruhi sirkulasi darah dan sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak dan setiap organ dalam tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, dan perut, depresi, kurang energi, cemas, tak bisa tidur, ketakutan, dan tak bahagia.
Baru-baru ini saya sempat berinteraksi dengan sekelompok mahasiswa yang mengeluhkan perasaan tertekan dan tak bahagia. Ternyata, kebanyakan dari mereka memendam berbagai kemarahan, baik kepada orang tua maupun orang-orang di sekitar mereka. Salah seorang mengaku telah 10 tahun memendam kebencian kepada wanita yang menjadi istri kedua ayahnya. Si ayah yang dijuluki orang paling sholeh di kantornya tanpa diduga mempunyai ''simpanan.'' Wanita ini kemudian dinikahinya, dan akhirnya meninggal karena stroke lima tahun lalu. Tapi, kemarahan dan kebencian si anak hingga kini belum juga mereda.
Musuh kita sebenarnya bukanlah orang yang membenci kita tetapi orang yang kita benci. Ada cerita mengenai seorang lelaki bekas tapol di zaman Orde Baru yang mengunjungi kawannya sesama eks tapol. Sambil mengobrol si kawan bertanya, ''Apakah kamu sudah melupakan rezim Orde Baru?'' Jawabnya, ''Ya, sudah.'' Si kawan kemudian berkata, ''Saya belum. Saya masih sangat membenci mereka.'' Lelaki itu tertawa kecil dan berkata, ''Kalau begitu, mereka masih memenjara dirimu.''
kita harus terus berlatih untuk mengikis sifat dendam tersebut. Sebagai ilustrasi, kita bisa belajar dari para karateka yang berhasil menghancurkan batubata dengan tangannya. Pertama kali memukulnya, bata tersebut tidak langsung hancur. Tapi, dia tak patah semangat. Diulanginya terus usaha untuk menghancurkan bata tersebut. Akhirnya, pada pukulan kesekian, pada hari kesekian, bata tersebut berhasil dihancurkan. Memang, tangannya bengkak-bengkak, tetapi dia mendapatkan hasil yang diinginkan.
Begitu pula dengan hati. Jika hati dibiarkan sensitif, maka hati ini akan mudah sekali terluka. Akan tetapi, jika hati sering dilatih, maka hati kita akan semakin siap menghadapi pukulan dari berbagai arah. Jika kita telah disakiti seseorang, kita jangan melihat orang tersebut, tetapi lihatlah dia sebagai sarana ujian dan ladang amal kita terhadap Yang Maha Kuasa. Kita akan semakin sakit, tatkala melihat dan mengingat orangnya.
Untuk mencapai kebahagiaan, kita perlu mengubah cara pandang kita. Sumber kebahagiaan ada dalam diri kita sendiri, bukan di luar. Karena itu jangan terlalu memusingkan perilaku orang lain. Sebaliknya, belajarlah memaafkan. Kunci memaafkan adalah memahami ketidaktahuan. Banyak orang yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan. Kalaupun mereka sengaja melakukannya, itupun karena mereka sebenarnya tak tahu. Mereka tak tahu bahwa kejahatan bukanlah untuk orang lain tetapi untuk mereka sendiri.
Orang yang suka memaki dan bersikap kasar sebenarnya tak menyadari bahwa mereka sedang menzalimi dirinya sendiri. Suatu ketika ia akan kena batunya. Inilah konsekuensi logis dari hukum alam.
Mempraktikkan konsep memaafkan akan membuat hidup lebih ringan. Saya ingat, saat sedang duduk menunggu anak saya sekolah pada minggu lalu, seorang ibu yang lewat menubrukkan tasnya yang cukup berat ke kepala saya, tanpa permisi apalagi minta maaf. Orang-orang yang melihat kejadian itu menggeleng-gelengkan kepala sambil mencela kecerobohannya. Saya mencoba mempraktikkan konsep ini, dan langsung memaafkannya. Ibu itu kelihatannya sedang kalut. Tak mungkin ia sengaja menabrak saya begitu saja.
Jika kita menjadi lebih baik, Tuhan tentu akan memuliakan kita. Jika Tuhan sudah memuliakan, maka kita tidak akan menjadi hina karena hinaan orang lain. Untuk mencapai kebahagiaan, berikanlah maaf kepada orang lain. Hentikan kebiasaan menyalahkan orang lain. Ingatlah, kesempurnaan manusia justru terletak pada ketidaksempurnaannya. Hanya Allah-lah yang Maha Suci dan Maha Sempurna. Saya menyukai apa yang dikemukakan Gerarld G Jampolsky dalam bukunya Forgiveness, The Greatest Healer of All. ''Rela memaafkan adalah jalan terpendek menuju Tuhan.'' Itulah kunci kemuliaan diri.
Sumber : http://www.bungsucikal.com/2011/09/sudahlah-maafkan-saja.html

Kehidupan Umpama Roda

"Guru, saya pernah mendengar kisah seorang lelaki arif yang pergi jauh dengan berjalan kaki. Cuma yang aneh, setiap ada jalan menurun, lelaki arif konon agak murung. Tetapi kalau jalan sedang mendaki ia tersenyum. Hikmah apakah yang dapat saya petik dari kisah ini?"
"Itu perlambangan manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan. Itu perlu kita jadikan cermin. Ketika bernasib baik, sesekali perlu kita sadari bahawa satu ketika kita akan mengalami nasib buruk yang tidak kita harapkan. Dengan demikian kita tidak terlalu bergembira sampai lupa bersyukur kepada yang Maha Pencipta. Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis. Optimis saja tidak cukup, kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras."
"Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar nasib saya sedang jatuh dan berada dibawah."
"Alasannya ialah iman, karena kita yakin akan pertolongan yang Maha Kuasa."
"Hikmah selanjutnya?"
"Orang yang terkenal satu ketika mesti bersiap sedia untuk dilupakan, orang yang diatas harus siap mental untuk turun kebawah.
"Orang kaya satu ketika harus siap untuk miskin.
"Orang sehat mesti ingat akan sakit"
"Orang muda mesti bersiap untuk hari tua"
"Orang hidup mesti bersiap untuk mati"
Lantaran kita berasal dari tanah dan kembali menjadi tanah.... bukankah itu suatu putaran roda.

Berani Marah

Di tengah kemelut kehidupan yang dapat menjerumuskan kita ke jurang stres, konon sering marah-marah, bukanlah pertanda baik. Berbahaya bagi kesehatan. Begitu cerita kebanyakan orang. Punya pemimpin yang sering marah-marah tidak keruan juga menyebalkan. Pendapat umum ini dibantah Stanley Bing, penulis buku Sun Tzu was a sissy. Bing, kolomnis di majalah Fortune, memang gemar menulis buku kontroversial. Menurut Bing, marah itu sangat diperlukan dalam manajemen.
Kalau seorang pemimpin marah, artinya dia terusik dan gusar oleh sesuatu hal. Sekaligus membuktikan bahwa ia eling atau sadar karena ada yang tidak beres dan perlu dikoreksi. Pemimpin yang tidak pernah marah sama dengan pemimpin acuh tak acuh. Itu menurut Bing. Marah membangkitkan energi yang luar biasa. Pemimpin yang marah biasanya segera melakukan perubahan, peremajaan, dan perbaikan. Artinya, pemimpin marah memungkinkan terjadinya perubahan lebih cepat dan berarti.
Dalam hal yang satu ini, saya rada setuju. Kita kan sering melihat betapa pemimpin kita kerjanya cuma basa-basi, klemar-klemer, tidak melakukan gebrakan apa pun. Tapi berbahaya juga kalau kita punya pemimpin yang pemarah atau mudah marah tanpa sebab.
Barangkali salah satu pemimpin kita yang legendaris dalam hal marah ini adalah Bang Ali, bekas Gubernur Jakarta. Pernah ada cerita, beliau sedang naik mobil, dan jalanan macet semerawut gara-gara ada tukang becak yang seenaknya mengendarai becaknya. Bang Ali tidak segan-segan turun dan memarahi tukang becak itu.
Masih banyak lagi cerita tentang marahnya Bang Ali. Kenyataannya, di bawah kepemimpinan Bang Ali, Jakarta maju pesat. Jadi, teori Stanley Bing ada benarnya juga. Dr. Stephen Diamond menulis di bukunya yang sangat kontroversial, Anger, Madness, and Daimonic: The Psychological Genesis of Violence, Evil, and Creativity, bahwa marah adalah emosi yang paling bermasalah. Namun ada korelasi sangat kuat antara marah dan kreativitas. Menurut dia, marah dan kreativitas sering bersumber  pada hal yang sama. Hanya saja, marah memiliki potensi destruktif lebih besar. Orang-orang berbakat dan genius umumnya memiliki naluri sangat tajam untuk menyalurkan energi ini, agar tidak merusak dan mengubahnya menjadi sebuah upaya yang konstruktif.
Ketika kita dilanda krisis moneter lima-enam tahun lalu, teman saya suka berseloroh. Katanya, kita butuh pemimpin seperti Bang Ali, yang berani marah. Bukan pemimpin yang mudah marah dan ngambek. Atau pemimpin yang suka marah-marah tidak keruan.
Dr. Stephen Diamond menulis bahwa beberapa artis seperti Van Gogh dan Picasso, konon, memiliki kehidupan yang penuh amarah dan kekerasan. Barangkali benar bahwa energi yang sama mereka salurkan juga ke dalam karya-karya lukisan mereka. Hasilnya memang luar biasa.
Untuk membuat seekor kuda berlari, biasanya ada dua cara populer. Dengan cemeti atau hadiah wortel. Menurut Stanley Bing, marah bisa menjadi cemeti yang kreatif. Membakar semangat para eksekutif agar terus bersemangat dan mengadakan perubahan.
Tulisan ini tentu saja tidak mengajak Anda untuk marah-marah di kantor. Juga bukan pembenaran tindakan marah-marah. Melainkan sebagai upaya agar kita lebih peka menghadapi lingkungan kantor. Pesan saya, kalau ada yang tidak beres, jangan takut untuk mengadakan perubahan. Dan kalau perubahan itu menuntut Anda marah, silakan saja. Kadang-kadang marah itu sangat perlu. Marah sebagai terapi manajemen memang antibudaya. Budaya kita mengajarkan agar selalu santun dan bersabar. Namun, untuk menerobos sebuah kemapanan yang buntu dan berkarat, marah bisa saja menjadi antibudaya yang dibenarkan. Asal jangan asal marah. Marahlah dengan bijaksana.
Sumber :  http://www.bungsucikal.com/2011/09/berani-marah.html

Mengapa Teriak?

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya; "Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?" Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab; "Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak."
"Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya justru berada disampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?" Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan.
Sang guru lalu berkata; "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."
Sang guru masih melanjutkan; "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?"
Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban.
Sumber : http://www.bungsucikal.com/2011/09/mengapa-teriak.html

Kasih Ibu Tak Terhingga

Pada malam itu, Alia bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Alia segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.  Pemilik kedai melihat Alia berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?"
"Ya, tetapi, aku tidak membawa uang" jawab Alia dengan malu-malu.
"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. "Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Alia segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
"Ada apa nona?" tanya si pemilik kedai.
"Tidak apa-apa" aku hanya terharu jawab Alia sambil mengeringkan air matanya.
"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! Tetapi....Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" katanya kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Alia, menarik nafas panjang lalu berkata: "Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya."
Alia terhenyak mendengar hal tersebut. "Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Alia segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yangg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Alia, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Alia, kau sudah pulang. Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang"
Pada saat itu Alia tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.
Sumber : http://www.bungsucikal.com/2011/09/semangkuk-mie.html

Siapa Yang Harus Didahulukan?

Ada sebuah perusahaan besar yang sedang mencari karyawan. Dalam tes tertulisnya, mereka hanya memberikan satu kasus untuk dijawab:
"Anda sedang mengendarai motor di tengah malam gelap gulita dan hujan lebat di sebuah daerah yang penduduknya sedang diungsikan semuanya karena bencana banjir. Pemerintah setempat hanya bisa memberikan bantuan 1 buah bis yang saat ini juga sedang mengangkut orang-orang ke kota terdekat. Saat itu juga Anda melewati sebuah perhentian bis satu-satunya di daerah itu. Di perhentian bis itu, Anda melihat 3 orang yang merupakan orang terakhir di daerah itu yang sedang menunggu kedatangan bis:
1)        Seorang nenek tua yang sekarat
2)        Seorang dokter yang pernah menyelematkan hidup Anda sebelumnya
3)        Seseorang yang selama ini menjadi idaman hati Anda dan akhirnya Anda temukan.
Anda hanya bisa mengajak satu orang untuk membonceng Anda. Siapakah yang akan Anda ajak? Dan, jelaskan jawaban Anda mengapa Anda melakukan itu!"
Sebelum Anda menjawab, ada beberapa hal yang perlu Anda pertimbangkan:
Seharusnya Anda menolong nenek tua itu dulu karena dia sudah sekarat. Jika tidak segera ditolong akan meninggal. Namun, kalo dipikir-pikir, orang yang sudah tua memang sudah mendekati ajalnya. Sedangkan yang lainnya masih sangat muda dan harapan hidup ke depannya masih panjang.
Dokter itu pernah menyelamatkan hidup Anda. Inilah saat yang tepat untuk membalas budi kepadanya. Tapi, kalo dipikir, kalo sekadar membalas budi bisa lain waktu kan? Namun, kita tidak pernah tahu kapan kita akan mendapatkan kesempatan itu lagi.
Mendapatkan idaman hati adalah hal yang sangat langka. Jika kali ini Anda lewatkan, mungkin Anda tidak akan pernah ketemu dia lagi. Dan, impian Anda akan kandas selamanya. Jadi yang mana yang Anda pilih?
Dari sekitar 2000 orang pelamar, hanya 1 orang yang diterima bekerja di perusahaan tersebut. Orang tersebut tidak menjelaskan jawabannya, hanya menulis dengan singkat: "Saya akan memberikan kunci motor saya kepada sang dokter dan meminta dia untuk membawa nenek tua yang sedang sekarat tersebut untuk ditolong segera. Sedangkan saya sendiri akan tetap tinggal di sana dengan sang idaman hati saya untuk menunggu ada yang kembali menolong kami."
Ya, jawaban di atas adalah jawaban yang terbaik bukan? Tapi, kenapa sebagian besar hal tersebut tidak kita pikirkan sebelumnya? Apakah karena kita terbiasa dengan tidak mau untuk melepas apa yang sudah kita dapatkan di tangan dengan susah payah? Dan, bahkan berusaha meraih sebanyak-banyaknya?
Terkadang, dengan rela untuk melepaskan sesuatu yang kita miliki, melepaskan kekeraskepalaan kita, mengakui segala keterbatasan yang kita miliki dan melepaskan semua keinginan kita untuk sesuatu yang lebih mulia, kita akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar. 
Sumber : http://www.bungsucikal.com/2011/09/siapa-yang-harus-didahulukan.html

Empat Tipe Manusia Hadapi Tekanan Hidup

"Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh" (John Gray)
Pembaca, hidup memang tidak lepas dari berbagai tekanan. Lebih-lebih, hidup di alam modern ini yang menyuguhkan beragam risiko. Sampai seorang sosiolog Ulrich Beck menamai jaman kontemporer ini dengan masyarakat risiko (risk society). Alam modern menyuguhkan perubahan cepat dan tak jarang mengagetkan.
Nah, tekanan itu sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi di kemudian hari. Pembaca, pada kesempatan ini, saya akan memaparkan empat tipe orang dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut. Mari kita bahas satu demi satu tipe manusia dalam menghadapi tekanan hidup ini.
Tipe pertama, tipe kayu rapuh. Sedikit tekanan saja membuat manusia ini patah arang. Orang macam ini kesehariannya kelihatan bagus. Tapi, rapuh sekali di dalam hatinya. Orang ini gampang sekali mengeluh pada saat kesulitan terjadi.
Sedikit kesulitan menjumpainya, orang ini langsung mengeluh, merasa tak berdaya, menangis, minta dikasihani atau minta bantuan. Orang ini perlu berlatih berpikiran positif dan berani menghadapi kenyataan hidup.
Majalah Time pernah menyajikan topik generasi kepompong (cacoon generation). Time mengambil contoh di Jepang, di mana banyak orang menjadi sangat lembek karena tidak terbiasa menghadapi kesulitan. Menghadapi orang macam ini, kadang kita harus lebih berani tega. Sesekali mereka perlu belajar dilatih menghadapi kesulitan. Posisikan kita sebagai pendamping mereka.
Tipe kedua, tipe lempeng besi. Orang tipe ini biasanya mampu bertahan dalam tekanan pada awalnya. Namun seperti layaknya besi, ketika situasi menekan itu semakin besar dan kompleks, ia mulai bengkok dan tidak stabil. Demikian juga orang-orang tipe ini. Mereka mampu menghadapi tekanan, tetapi tidak dalam kondisi berlarut-larut.
Tambahan tekanan sedikit saja, membuat mereka menyerah dan putus asa. Untungnya, orang tipe ini masih mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah. Tipe lempeng besi memang masih belum terlatih. Tapi, kalau mau berusaha, orang ini akan mampu membangun kesuksesan dalam hidupnya.
Tipe ketiga, tipe kapas. Tipe ini cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Saat tekanan tiba, orang mampu bersikap fleksibel. Cobalah Anda menekan sebongkah kapas. Ia akan mengikuti tekanan yang terjadi. Ia mampu menyesuaikan saat terjadi tekanan. Tapi, setelah berlalu, dengan cepat ia bisa kembali ke keadaan semula. Ia bisa segera melupakan masa lalu dan mulai kembali ke titik awal untuk memulai lagi.
Tipe keempat, tipe manusia bola pingpong. Inilah tipe yang ideal dan terhebat. Jangan sekali-kali menyuguhkan tekanan pada orang-orang ini karena tekanan justru akan membuat mereka bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Coba perhatikan bola pingpong. Saat ditekan, justru ia memantuk ke atas dengan lebih dahsyat. Saya teringat kisah hidup motivator dunia Anthony Robbins dalam salah satu biografinya.
Untuk memotivasi dirinya, ia sengaja membeli suatu bangunan mewah, sementara uangnya tidak memadai. Tapi, justru tekanan keuangan inilah yang membuat dirinya semakin kreatif dan tertantang mencapai tingkat finansial yang diharapkannya. Hal ini pernah terjadi dengan seorang kepala regional sales yang performancenya bagus sekali.
Bangun network Tetapi, hasilnya ini membuat atasannya tidak suka. Akibatnya, justru dengan sengaja atasannya yang kurang suka kepadanya memindahkannya ke daerah yang lebih parah kondisinya. Tetapi, bukannya mengeluh seperti rekan sebelumnya di daerah tersebut. Malahan, ia berusaha membangun netwok, mengubah cara kerja, dan membereskan organisasi. Di tahun kedua di daerah tersebut, justru tempatnya berhasil masuk dalam daerah tiga top sales.
Contoh lain adalah novelis dunia Fyodor Mikhailovich Dostoevsky. Pada musim dingin, ia meringkuk di dalam penjara dengan deraan angin dingin, lantai penuh kotoran seinci tebalnya, dan kerja paksa tiap hari. Ia mirip ikan herring dalam kaleng. Namun, Siberia yang beku tidak berhasil membungkam kreativitasnya.
Dari sanalah ia melahirkan karya-karya tulis besar, seperti The Double dan Notes of The Dead. Ia menjadi sastrawan dunia. Hal ini juga dialami Ho Chi Minh. Orang Vietnam yang biasa dipanggil Paman Ho ini harus meringkuk dalam penjara. Tapi, penjara tidaklah membuat dirinya patah arang. Ia berjuang dengan puisi-puisi yang ia tulis. A Comrade Paper Blanket menjadi buah karya kondangnya.
Nah, pembaca, itu hanya contoh kecil. Yang penting sekarang adalah Anda. Ketika Anda menghadapi kesulitan, seperti apakah diri Anda? Bagaimana reaksi Anda? Tidak menjadi persoalan di mana Anda saat ini. Tetapi, yang penting bergeraklah dari level tipe kayu rapuh ke tipe selanjutnya. Hingga akhirnya, bangun mental Anda hingga ke level bola pingpong. Saat itulah, kesulitan dan tantangan tidak lagi menjadi suatu yang mencemaskan untuk Anda. 
Sumber : http://www.bungsucikal.com/2011/09/empat-tipe-manusia-hadapi-tekanan-hidup.html

Serigala Tua

Alkisah ada seseorang yang sedang melintasi hutan dan melihat ada seekor serigala yang keempat kakinya lumpuh. Serigala itu hidup berdiam di mulut sebuah gua. Meski serigala itu lumpuh namun tubuhnya tetap kuat dan sehat. Orang ini lalu ingin tahu bagaimana serigala itu bisa mempertahankan hidupnya dengan keempat kaki yang lumpuh. Dari kejauhan ia memperhatikan serigala itu sepanjang hari.
Tiba-tiba muncul seekor harimau datang membawa rusa hasil buruannya. Harimau itu menyantap sepuasnya, dan meninggalkan sisa makanan bagi sang serigala. Kemudian, serigala itu memakan sisa-sisa santapan harimau itu.
Keesokan harinya, harimau itu datang lagi dengan membawa kijang hasil buruannya. Sama seperti kemarin, harimau itu menyantap kijang sepuasnya dan meninggalkan sisa bagi serigala. Maka serigala pun mendapatkan makanan yang cukup.
Lelaki ini tersenyum dan mengagumi betapa kebaikan Tuhan yang begitu besar. Dalam hatinya ia berkata, Tuhan tidak  akan menyia-nyiakan makhluknya. Lebih lanjut ia mempunya rencana, "Kalau begitu, aku juga akan menganggur saja di rumah. Aku percaya sepenuhnya kepada Tuhan karena Tuhan akan mencukup segala kebutuhanku, sebagaimana yang Tuhan lakukan kepada serigala itu." 
Lelaki itu pulang dan melakukan niatnya. Selama berhari-hari ia berdiam di rumah, tetapi tidak terjadi apa-apa. Malah perutnya semakin lapar. Ketika lelaki yang malang ini hampir mati, ia mendengar sebuah suara menggelegar dalam pendengarannya, "Hai engkau, orang yang sesat, bukalah matamu pada kebenaran! Ikutilah teladan harimau dan berhentilah meniru serigala yang lumpuh!"
Sumber : http://www.bungsucikal.com/2011/09/serigala-tua.html

Kuatnya Sebongkah Harapan

Dahulu, ada seorang pengusaha yang cukup berhasil di kota ini. Ketika sang suami jatuh sakit, satu per satu pabrik mereka dijual. Harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan sederhana. Sang suami pun telah tiada. Beberapa tahun kemudian, rumah makan itu pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil sebelah pasar.
Setelah lama tak mendengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri dibantu oleh anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang-orang pun masih mengenal masa lalunya yang berkelimpahan. Namun, ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli.
Wahai ibu, bagaimana kau sedemikian kuat? "Harapan nak! Jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu kita tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia".
Sumber : www.bungsucikal.com

Potensi Diri

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar. Masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak. Sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak.
Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan yang retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh. Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidak-sempurnaannya, dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannnya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?"
"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi." kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak. Dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan. Dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan. Dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan si sisimu, tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu. Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu, dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu. Dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."
Pesan moral :
Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias-Nya. Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Pantang Menyerah


Ketika Kolonel Harland Sanders pensiun pada usia 65, ia tidak memiliki uang banyak untuk dirinya sendiri, kecuali mobil van tua, sebuah pensiun bulanan senile $ 105, dan resep masakan daging ayam. Mengetahui bahwa ia tidak bisa hidup layak di usia pensiun dengan penghasilan segitu, ia mengambil resep ayam di tangan, duduk di belakang kemudi dari mobil van-nya, dan berangkat untuk membuat kekayaannya. Rencana pertamanya adalah untuk menjual resep ayam untuk pemilik restoran, yang pada gilirannya akan memberinya sisa untuk setiap potong ayam mereka jual - 5 sen per ayam. Kunjungan Restoran pertama yang ia tawari menolaknya.
Begitu pula yang kedua. Begitu pula yang ketiga.  Bahkan, sampai yang ke 1008 . kunjungan Colonel Sanders berakhir dengan penolakan. Namun, ia terus melakukan penawaran ke pemilik rumah makan. Saat ia melakukan perjalanan melintasi Amerika Serikat, ia tidur di mobil untuk menghemat uang. Baru pada penawaran ke 1009 memberinya jawaban pertama "ya."
Setelah berjalan dua tahun , telah tercatat penjualan total di lima restoran. Kolonel masih terus berjuang, ia tahu bahwa ia mempunyai resep besar ayam goreng dan bahwa suatu hari nanti ide itu akan sukses. Tentu saja, Anda tahu bagaimana akhir cerita. Gagasan tersebut sukses. Pada 1963, Kolonel memiliki 600 restoran di seluruh negeri yang menjual resep rahasia Kentucky Fried Chicken (dengan 11 bumbu dan rempah-rempah).
Pada tahun 1964 royalti resepnya dibeli oleh gubernur Kentucky John Brown. Meskipun penjualan resep ayam goreng membuatnya multijutawan, ia tetap melanjutkan untuk mewakili dan mempromosikan KFC sampai kematiannya pada tahun 1990.
Kisah Colonel Sanders mengajarkan pelajaran penting: yaitu tidak pernah terlalu terlambat untuk memutuskan dan tidak pernah menyerah. Sebelumnya dalam hidupnya Kolonel terlibat dalam usaha-usaha bisnis lainnya tapi semua gagal. Dia pernah punya usaha pompa bensin di usia30-an, sebuah usaha restoran di usia 40-an, dan dia gagal pada kedua usahanya. Namun Pada usia 65 tahun, Harland Sanders memutuskan resep ayamnya yang merupakan ide yang gemilang, dan ia menolak untuk menyerah, bahkan dalam penolakan berulang-ulang.
Dia tahu bahwa jika ia terus mengetuk pintu, akhirnya seseorang akan berkata "ya." Ini adalah bagaimana Tuhan telah memerintahkan dalam kehidupan. Dia berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." , "Mintalah - tidak hanya sekali, tetapi sebanyak-banyaknya. Teruslah mengetok mengetuk sampai pintu dibuka."
Jika Anda saat ini bekerja dengan setengah hati dalam menjalankan Takdir Tuhan dalam hidup Anda ...dan jika Anda memiliki sifat terlalu mudah menyerah di masa lalu ...
ingat:
Tidak pernah terlalu terlambat untuk gigih berjuang. Tidak pernah terlalu terlambat memutuskan jangan pernah menyerah. Terus mengetuk. Terus bertanya. Teruslah mencari.

BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites