Tampilkan postingan dengan label Gerakan Mahasiswa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gerakan Mahasiswa. Tampilkan semua postingan

Rekonseptualisasi Gerakan Ikatan


Indonesia berdiri sebagai negara yang mengembangkan landasan nasionalisme multi etnis, berusaha membangun kesejahteraan rakyatnya melalui bentuk keadilan sosial. Istiah indonesia diperkenalkan oleh George windsor earl awal tahun 1850an yang merujuk pada kata india dan nesos(Greek;pulau). Sehingga istilah indonesia berdasarkan terminologi adalah kepulauan india. Futher india” istilah yang digunakan Inggris dan Nederlands Indies oleh belanda, untuk menunjukkan kawasan ini[1]. Latar belakang kemiripan budaya dengan india menyebabkan negeri ini digandengkan dengan india. Propaganda agama yang dilakukan abad ke-7 melahirkan asimilasi budaya antara india dan indonesia, sehingga membentuk tradisi yang akan melahirkan nilai kebangsaan dan keadilan[2]. Semangat nasionalisme bukanlah suatu hal yang hanya lahir dari ajaran agama, tetapi juga dipegaruhi situasional politik dan kepentingan. Semangat membangun negara satu dengan istilah nusantara yang awalnya digagas oleh kerajaan singosari melalui raja kertanegara serta majapahit melalui mahapatih gajah mada, awalnya ditujukan dalam rangka menghadapi ekspansi kekuasaan cina dan portugis. Perasaan ketidakmauan dijajahlah yang melahirkan nasionalisme, patriotisme serta solidaritas.
Kemerdekaan adalah jembatan emas bagi bangsa kita untuk kehidupan layak. Ada berbagai kendala dewasa ini bagi bangsa yang memiliki jumlah penduduk  200 juta-an (survey mei 2010 menunjukkan diperkirakan jumlah penduduk berkisar 237,6 juta jiwa) untuk menuju kesejahteraan. Berkembangnya penyakit kronik menahun, makin sulitnya mendapatkan pekerjaan, biaya pendidikan yang semakin mahal, kebutuhan hidup yang meningkat, pergolakan kekuasaan dan hegemoni borjuis yang marak serta berbagai degradasi moral yang menimpa rakyat, menjadi sekelumit masalah yang menjadi pakaian negeri ini. Padahal soekarno dalam pidatonya menjelaskan bagaimana pengaruh ketidakpuasan rakyat akan melahirkan gerakan rakyat[3]. Sedangkan dinamika gerakan rakyat dalam ketahanan nasional antara penguatan kerjasama bahu-membahu membangun kesejahteraan atau disintegrasi sebagai wujud ketidakpuasan.
Perkembangan masyarakat yang dibarengi dengan teknologi informasi menciptakan ruang gerak yang luas bagi tumbuhnya peradaban manusia. Peradaban manusia mengalami tiga gelombang perubahan dahsyat yang membawa pengaruh tidak hanya area geografis, ekonomi, kegiatan behavioral, nilai-norma-kebudayaan, ideologi-mindset-world view tetapi juga hubungan sosial-lingkungan dan keTuhanan. Pembagian gelombang agriculture, industrial dan technological membawa pola determinasi nilai kehidupan yang awalnya kerjasama yang didasarkan pada aspek kepercayaan menjadi kontrak dan mutualisme. Persaingan tidak hanya berkisar antar individu tetapi melibatkan komunitas yang akan melahirkan kelas sosial dan status sosial. Orientasi kehidupan yang mulanya dipenuhi sebagai bagian dari kesatuan alam sebagai ciptaan Tuhan, berubah menjadi kesenangan-kemudahan dan kenyamanan[4]. Orientasi kerja yang berubah dari solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organis dengan spesialisasi yang jelas[5]. Batasan-batasan makhluk kini juga mulai terkikis dengan bentukan gelombang baru revolusi biologi genetika dan konvergensi tekhnologi informatika yang akan memperluas area intervensi manusia tidak hanya pada lingkungan tetapi makhluk[6].
Perkembangan masyarakat memiliki pola yang khas dimana detail prosesnya dapat kita amati dalam kehidupan praksis saat ini. Kehidupan agriculture, industrial dan teknologi bercampur dalam kesatuan kehidupan bangsa. Sedangkan pola pengembangannya antara ketiga gelombang saling tarik menarik area pengaruh. Kemudahan dan aksesabilitas menjadi landasan bagi teknologi untuk berkembang, sedangkan keuntungan dan pekerjaan bagi industrial. Kehidupan agriculture akan terus berkembang karena ia menempatkan kebutuhan dasar pangan sebagai pola perkembangannya. Sehingga tiga gelombang yang dinyatakan alvin toffler sebagai perubah dinamika sosial telah melahirkan tiga sistem sosial dimana tumbuh dan berkembang sesuai kondisi(intervensi modal-industri, status politik-kekuasaan, alam-disaster), kemampuan masyarakat dan potensi kehidupan disitu. Asimilasi adaptasi kemudahanlah yang menempatkan kerjasama antara ketiga sistem sosial ini. Walaupun gelombang perubahan akan kita lihat arahnya kearah teknologi tetapi banyak faktor juga yang mempengaruhi pola penetrasinya, sehingga intervensi politik layaknya melihat dengan jeli fenomena ini sebagai bagian yang utuh. Pertumbuhan ditandai dengan bertambahnya massa dan ukuran dalam kurun waktu, sehingga kebaikan dan keburukan merupakan pilihan dari akhir standar kurun waktu tersebut. Pengetahuan pencegahan, mengajarkan sebelum semuanya terlambat maka prosesnya harus diamati dan dilakukan intervensi. Ada dua area pengamatan sosiologi yang perlu kita tinjau yakni status kategoris; yang menempatkan pribadi berdasarkan asal paling dasar (gender, umur, ras) dan status afiliasi yang menempatkan pola produk sosial sebagai ikatannya( agama, bahasa, budaya). Dua status diatas dijadikan ajang pencegahan secara sosiologis terhadap dampak buruk adanya supra-national entities yang merupakan akibat lahirnya gelombang industrial dan teknologi meliputi Hak azasi manusia internasional, sistem perbankan global, korporasi multinasional[7].
Kelahiran modernitas awal abad 17 ditandai tanda momentual renaissance, enlightenment, reformation, Revolusi amerika dan prancis serta revolusi industri.Perubahan sosial yang signifikan, perpindahan populasi dari komunitas lokal sempit menuju kesatuan kota, pembagian pekerjaan, penggunaan market yang rasional, birokrasi dan nasionalisme merupakan gejala lahirnya demokrasi, kapitalisme, media masa, science dan kesatuan bangsa. Perkembangan modernitas secara ringkas mempunyai dua proyek yakni technical project, kontrol penguasaan semesta dengan teknologi dan social project yang merujuk pada hubungan rekan dan persahabatan melalui fakta sosial yang terdiri dari pengetahuan cara beraksi, berfikir, merasa terhadap bangsa lain. Penguasaan terhadap sosial dan teknikal akan melahirkan negara yang besar, yang punya pengaruh terhadap yang lain. Jika hal ini dilandasi dengan ketidak-puasan serta keinginan kejayaan maka akan melahirkan sikap imperialisme dan kolonialisme terhadap bangsa lain. Kemerdekaan bangsa indonesia secara fisik melahirkan persamaan akan penentuan nasib kedepan yang lebih mulia, tetapi kemerdekaan bukanlah barang kekal. Kemerdekaan adalah sesuatu yang patut untuk dipertahankan atas kesewenang-wenangan, penindasan dan bentuk penghinaan akan bangsa. Penjajahan tidak selamanya menggunakan senjata, tetapi menggunakan cara, mentalitas, serta ketergantungan terhadap penguasa. Perang tidak hanya melibatkan orang dan teknologi tetapi juga perusakan karakter peradaban luhur bangsa.
A.      New age disease dan Patologi sosial
Istilah patologi sosial merunjuk pada pengetahuan mengenai penyakit yang terjadi selami interaksi sosial. Sebagaimana metodologi diagnostik, fenomena yang nampak dalam kehidupan keseharian hanyalah symptom bagi persaan subyektif dan sign untuk gejala obyektif. Fenomena symptomatis yang menunjuk berbagai gangguan diantaranya dalam bidang kesehatan kita akan melihat bergolaknya disability, kesakitan, status gizi yang terjadi bukan hanya karena faktor infeksi tetapi lebih pada penyakit kronis yang disebabkan ketidak ramahan lingkungan dan gaya hidup[8]. Dalam bidang perekonomian dimana kebutuhan hajat hidup semakin meningkat sedangkan adanya lahan pekerjaan semisal lahan pertanian semakin sedikit. Walaupun angka kemiskinan menunjukkan jumlah yang bervariatif, dan kurang menunjukkan signifikasi peningkatan tetapi gejala simptomatis dalam terapi penyakit ini juga harus diobati[9]. Dibidang pendidikan, kini tujuannya menjadi kabur yang dulunya pengetahuan dan semangat kebangsaan kini sekedar pemenuhan status sosial atau dengan bahasa ekstrim disebut  orientasi manipulatif karakter[10]. Dibidang pemerintahan kelakuan korupsi makin menjadi diikuti sikap etika yang semakin menurun dikalangan wakil rakyat ataupun pejabat tinggi negara lainnya. Tentunya kasus-kasus diatas hanya bersifat tukilan yang mampu harus dianalisi lebih detail agar dicapai solusi. Adanya symptom agar tepat diagnosis haruslah ada indikator penilaian,kalau tidak hasil yang didapat hanyalah bersifat palsu (falsifiability)[11].
Pengaruh ekologi kota dalam modernisasi saat ini menempati bangunan penting bagi terciptanya kelas sosial baru dan komunitas baru. Kelas sosial yang tersisih dari seleksi sosial yang akan menjadi kuli, pengangguran, gelandangan, pemulung yang rata-rata mendiami slum area di pinggiran kota. Ada juga pengaruh modernisasi menjadikan peningkatan kelayakan hidup bagi masyarakat yang bertahan(survivor)sehingga menciptakan borjuasi. Perbedaan kelas sosial tidak hanya melahirkan kesejahteraan yang berbeda tetapi juga budaya yang berkembang. Kehidupan fashion, food, style, glamour menjadikan kebutuhan sampingan selain masalah perut bagi kelas sosial tinggi. Sedangkan apresiasi masyarakat slum area lebih cenderung menunjukkan perjuangan kelas dan ekstrim, pendekatan rock, lagu kebebasan, dandanan yang necis-urakan menjadi ciri mereka. Jika hal ini berlanjut maka akan terjadi tindakan kriminal dan terjadilah chaos. Hal ini dapatlah kita amati dari bangsa kita saat terjadinya reformasi, lumpuhnya berbagai sektor perdagangan dan perekonomian kian mencekam seiring dengan gelombang perubahan. Fenomena chaos dan perjuangan dalam penyakit bisa kita ibaratkan sebagai stroke, dimana ia merupakan komplikasi penyakit vaskuler kronik yang sebelumnya menjangkit penderita dan ditandai dengan tidak berfungsinya separuh tubuh. Jangan sampai tindak modernisasi kota menciptakan pembatasan peran kesejahteraan yang melahirkan dikotomi sosial.
New age disease sebagai kelompok penyakit bagian dari perkembangan penyakit dewasa ini, secara definisi merupakan penyakit yang disebabkan karena proses degenerasi dan penuaan suatu tubuh. Suatu bangsa bisa mengidap penyakit ini yang sifatnya kronik. Poverty yang sifatnya transient karena krisis ekonomi ataupun gejolak sosial jika tidak tertangani akan melahirkan chronic poverty. Dalam kelompok New age disease penyakit demensia juga diidentifikasi mulai nampak pada masyarakat kita. Perlu diingat penyakit demensia ada yang sifatnya benign yakni awal dimana peristiwa-peristiwa dekat sulit diidentifikasi, dan juga demensia alzheimer dimana seseorang hanya mampu mengingat masa kecilnya, tidak mengenal kehidupan sekelilingnya bahkan namapun terkadang lupa. Arus teknologi dan informasi dan pergolakan budaya asing lewat fashion, food, music, style,glamour,club,film harus dicermati secara baik dan bijak agar rasa nasionalisme, nilai pancasila, semangat UUD 1945 dan pengetahuan falsafah leluhur bukan menjadi ingatan lampau yang dilupakan. Bahkan dimungkinkan sekali identitas sebagai bangsa indonesia akan dilupakan sebagai tanda demensia alzheimer sosial.
B.       New social movement antara perubahan sosial dan gerakan organisatoris
1.      Prasyarat nilai, ide dan praksis organisasi
Gerakan sosial mengambil peranannya dalam perubahan pola determinasi masyarakat melalui intervensi sekelompok personal. Perubahan sosial dalam lingkupnya bisa dibagi menjadi dua area yakni are individual dan society. Sedangkan masing-masing area tersebut dibagi lagi menjadi perubahan yang sifatnya total atau parsial. Dalam sudut pandang society maka perubahan dibagi menjadi reformative(perubahan partial) dan transformative(perubahan total). New social movement ditandai dengan perubahan sosial dimana terangkum dalam 3 entitas diantaranya; nilai transformative, identitas personal dan simbol[12]. Simbol tidak hanya dimaknai lambang tetapi juga bahasa, semboyan, bendera bahkan sandi. Pengaruh simbol dalam perjuangan sosial dimaksudkan sebagai visualisasi misi dan harapan ke depan. Pengetahuan dan telaah mengenai simbol saat ini penting dilakukan sebagai jembatan pendidikan makna dasar harapan kedepan. Jasad organisasi sebagai pelaku perubahan harus mampu menciptakan semboyan-semboyan perjuangan bagi para anggota didalamnya.
Pembangunan identitas personal bagi kader organisasi merupakan hal penting. Personality (Inggris) atau persona(Latin) yang berarti topeng ,bukanlah menjadikan seseorang berwajahkan topeng menipu sana-sini tetapi topeng yang dimaksud disini adalah karakter, watak, sifat yang khas, yang unik. Identitas dimakanai sebagai jati diri yang membedakan dirinya dengan orang lain[13]. Jadi chracter building harus mampu ditampilkan oleh kader-kader ikatan. Penguatan karakter kader harus berlandaskan ideologis. Jarang kita memahami bahwa ideologi mempunyai dua sifat yakni filosofis dan praksis. Secara filosofis Religiusitas, Intelektualitas dan Humanitas cukup mampu membawa gerakan IMM terdiferensiasi yang diterjemahkan ketataran cabang struktural dibawahnya. Dilain sisi, ideologi praksis yang menjadi tujuan praksis selama kurun waktu tertentu belum terlalu mampu diterjemahkan. Standarisasi dan metodologis sistematis berdasarkan analisis sosial dan kondisional, belum mampu terbentuk agar tercipta parameter yang jelas mengenai apa targetan dan jangka waktu mencapainya. Setelah mampu menciptakan ideologi praksis gerakan maka dijadikanlah simbol kader IMM dalam tataran kata penyemangat, simbol praksis atau lagu.
Transformatif mengambil makna perubahan yang sifatnya total dan ruang lingkup society merupakan targetan gerakan. Dalam pelaksanaannyanya area social dan kolektif-organisasi, harus mampu dipahami dengan benar. Nurani kolektif (Collective Conscience) dan kebiasaan kolektif (Collective Behaviour) merupakan dua syarat yang harus dipenuhi agar perubahan transformatif mampu tercipta. Menumbuhkembangkan nurani yang sifatnya kolektif merupakan rangkaian dari pola pembinaan kader dalam menyadari hakikat hidup, kesadaran personal dan tumbuhnya sikap. Pola pembinaan kader berdasarkan ideologi filosis(Religiusitas, Intelektualistas, Humanitas) melalui berbagai jalan dan salah satu tugas pimpinan ikatan disini membuka kesempatan serta terbukanya ruang publik bagi tumbuhkembangnya diskusi, silaturahim, rembug bareng serta perlekatan kehidupan sosial (praksis kemasyarakatan). Kebiasaan kolektif melalui perilaku keseharian diterapkan sesuai dengan kondisi culture serta landasan keilmuan bagi grass root komisariat. Setelah kebiasaan kolektif dan nurani kolektif, dimiliki kader maka langkah selanjutnya menjadikan mereka agent of change bagi lingkungan melalui perlekatan sosial yang diharapkan.
2.      Diversifikasi struktural-fungsional     
Sebuah organisasi tidak akan berkembang secara pesat tanpa didukung pembagian kerja yang jelas. Organisasi  Struktur organisasi tercipta dengan sistematika area kerja serta target sasaran demi terwujudnya cita-cita organisasi. Pola kerjasam yang tercipta dalam suatu organisasi merujuk pada strategi perwujudan misi. Pengembangan organisasi sesuai dengan kondisi(waktu), informasi, Resources, knowledge[14]. Pengetahuan bagi organisasi sebagai pijakan kebijakan kedepan, terkait strategi dan arah gerak tepat sasaran. Pemanfaatan sumberdaya menjadi permasalahan khusunya organisasi yang mengembangkan cabang serta yang terdiri dari kesatuan unit kultur-etnik. Sumberdaya mahasiswa sebagai basis intelektualisme menjadi pergolakan permasalahan. Keseragaman materi serta arah pengembangan organisasi tanpa memandang kultur-etnik pijakannya, maka lama kelamaan terjadilah penolakan masyarakat dan matinya organisasi tersebut. Hal tersebut dikarenakan karena metode serta arah manajemen yang salah[15]. Basis intelektual-fakultas telaah ilmu, menempatkan metodologi dan pendekatan sesuai dengan pengembangan science tersebut. Walaupun arah targetnya sama, penggunaan berbagai karakter keilmuan akan melahirkan komprehensivitas analisis yang melahirkan keberagaman manfaat. Pergerakan yang berbasiskan ilmu dan pendekatan tekhnologikal menempatkan azas kegunaan sebagai pendekatan target sosial perubahan.
Decision making salah satu hal yang harus dimiliki dalam kepemimpinan. Pengaruh informasi dan kondisi menempatkan pemimpin dalam menyerap informasi yang ada kemudian diterapkannya kemana laju organisasi akan diarahkan. Perang kekuasaan dan tarik-menarik pengaruh, menempatkan organisasi harus sigap dan berusha menanamkan pengaruhnya. Pembagian kerja dalam pencapaian tujuan organisasi, hendaknya dievaluasi sesuai agenda dengan mekanisme yang disepakati. Penguatan organisasi melalui struktur kekuasaan yang jelas, interaksi sosial, kebiasaan kolektif akan menjadikan kerjasama sosial antaranggota maupun atara anggota dan masyarakat taget. Hubungan kerjasama sosial-organisasi, jika berlangsung harmonis akan menempatkan organisasi itu dalam struktur sosial masyarakat dan jika diikuti dengan proses sosial maka akan lahilah produk sosial sebagai tanda bahwa organisasi tersebut merupakan bagian penggerak dan penting dalam terbentuknya unsur material sebagai contohnya masyarakat yang mulanya tidak ada listrik dengan keberadaan organisasi tersebut muncullah listrik bagi semua, atau dulunya tidak ada koperasi industri kecil sekarang muncul koperasi tersebut. Sedangkan unsur non-material menempatkan budaya sebagai produk unggulan yang terdeterminasi melalui bahasa, nilai, norma, adat kebiasaan bahkan kepercayaan dan agama.
C.       Peranan Organisasi dalam pencapaian negara kesejahteraan (Welfare state)
Masyarakat yang adil dan makmur merupakan harapan bagi setiap individu yang mengaku sebagai rakyat di setiap negara. Pendekatan yang digunakan tiap negara dalam mewujudkan cita-citanya dengan berbagai macam ada yang menggunakan pendekatan konstitusional, pendekatan musuh sosial ataupun penguatan pelayanan sosial[16]. Negara kesejahteraan memainkan peranan dalam proteksi dan promosi terkait ekonomi dan kehidupan sosial yang sejahtera yang berdasarkan pada persamaan kesempatan, distribusi kelayakan hidup dan tanggung jawab publik terhadap mereka yang kurang mampu agar hidup yang baik [17]. Peranan organisasi kepemudaan dalam pembangunan kesejahteraan bangsa utamanya membentuk pribadi-pribadi yang paham dan mengerti akan negerinya, serta mampu berperan dalam proses pembangunan agar tercipta kehidupan yang lebih baik. Pembangunan yang dilakukan secara gethok-tular secara intensif akan mampu merubah sikap negatif yang menghambat kemajuan. Dibantu dengan kerjasama solidaritas antar anggota maka targetan sosial yang diharapkan, akan lebih terealisisr. Hal tersebut penting sekali dalam, penerapan teori sosiologi secara sederhana[18]. Sejarah Bangsa mencatat bagaimana peranan organisasi kepemudaan mampu menumbuhkan semangat perjuangan, kesetaraan serta pendidikan ke masyarakat. Sebagai pemuda-pemuda penerus tambuk perjuangan, maka semangat yang ada diambil dengan pendekatan situsional dan belajar dari pendahulu kita.
Implementasi gerak yang dilakukan oleh IMM selayaknya melihat kondisi sosio-antropologis area geraknya. Modernitas yang menimbulkan berbagai efek sosial, tidak harus disikapi melalui strategi yang sama. Kehidupan IMM di kota besar dan kota periferal jelas berbeda dalam pengambilan perannya. Proses sosial dalam setiap tahapnya akan terlihat jelas dan adanya bukti dilain area. Walaupun gelombang perubahan peradaban manusia ada beberapa, tetapi setiap stepnya bisa diamati di lain masyarakat. Sebagai contohnya masyarakat agriculture bisa kita amati didaerah pedalaman negara ini, masyarakat industrial bisa kita amati didaerah perindustrian kawasan berikat, masyarakat terkhnologi akan kita lihat dalam masyarakat megapolis. Jadi dimanapun IMM berada dan sayap-sayap sudah digepakkan maka ia harus mampu membaca situasi dengan tepat agar kerja dan energi yang dikeluarkan mampu dirasakan sesama manfaatnya. Pengaruh-pengaruh buruk akibat proses modernasi dan berkembangnya peradaban manusia harus menjadi perhatian bagi organisasi. Moralitas dan rasa cinta terhadap bangsa mulai luntur termakan budaya hedonisme, oportunisme serta kesejahteraan pribadi. Moral Force dan penguatan bangsa menjadi satu hal mahal saat ini untuk membangun bangsa lewat organisasi[19].
Agama dan unsur rohaniah saat ini penting sebagai ajaran yang mengedepankan kesejahteraan sosial. Muhamadiyah memberikan contoh bagaimana semangat agama mampu dibawa keranah perbaikan kehidupan sosial yang lebih baik[20]. Konsepsi tauhid yang utuh membawa arah tujuan hidup yang mengutamakan kecintaan kepada Allah. Hal ini membawa konsekuensi bahwa nilai-nilai yang mencondongkan pengabdian ke sisi selain itu harus dikikis. Harta yang menjadi bentuk lain tuhan sebagai latar belakang timbulnya masyarakat kapitalis, ditentang dalam islam. Islam mengajarkan untuk bekerja keras serta membantu kehidupan sesama, bahkan perjuangan akan ketertindasan juga diajarkan dalam agama ini[21]. Semangat bekerja keras dan filosofi bangsa dipraktekan bangsa cina menjadikan bangsa ini raksasa industri dan punya peranan dalam tata pasar dunia. Nilai moral, semangat kerjasama, sosial-kemanusiaan, kemandirian serta menjadi manusia yang taat beragama merupakan misi-misi yang harus disebarluaskan kepada anggota organisasi dan masyarakat, sehingga perubahan masyarakat mampu tercipta secara signifikan dan harapan hidup kedepan yang lebih baik menjadi satu hal realistis dengan semangat tauhid yang penuh. 


DAFTAR PUSTAKA
Koesworo, E. 1991. Teori-teori kepribadian: Psikoanalisi, Behaviorisme, Humanistik. Bandung: Penerbit PT Eresco.
Wertheim, WF. 1999. Masyarakat indonesia dalam transisi. Yogyakarta: PT Tiara wacana yogya.
Engineer, Asghaf Ali. 1999. Islam dan teologi pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brown, Colin. Short History of Indonesion, .2003. The unlikely nation?. Singapore: South Wind Productions.
Arnold toynbee. 2007. Sejarah Umat Manusia(Uraian analitis, Kronologis, naratif dan komparatif)—judul asli: mankind and mother earth(a narrative history of the world). Baca bab 58 India dan asia tenggara hal 533-541.yogyakarta: Cetakan ke IV, Pustaka Pelajar.
Neil Thomas. Handbook of management and leadership. Chapter 3 decision making and problem solving.p.41-55. India: replika press
Stoley, Kathy S .2005. basic sociology. mengenai  social movement.p.179-200.USA:  Greenwood Press
James Quayle Dealeylester dan Lester Frank Ward. 1905. Textbook of Sociology. The Science of Sociology. The Macmillan Company. London: Macmillan dan Co., Ltd. p.6
Karl popper. 1992. The logic of scientific discovery(Routledge, 1992) chapter 4;  falsifiability.p.57-73
Elson,R.E. .Constructing the Nation: Ethnicity, Race, Modernity and Citizenship in Early Indonesian Thought. Asian Ethnicity, Volume 6, Number 3, October 2005.p.145-160
Toeffler, Alvin. 1971.Future shock. USA: Bantam Books
Toeffler, Alvin. 1980. The third wave. USA: Bantam Books
Suharto, Edi. 2006. Peta dan dinamika welfare state di beberapa negara. Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di Indonesia”, Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, bertempat di Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006.
Sunarso. 1996.Kemajemukan Etnik di Indonesia(sebuah resiko atau potensi). Cakrawala pendidikan Nomor 3, TahunXV, November 1996.p.13-22
Kesehatan Indonesia dalam gambar. 2005. Departemen Kesehatan republik indonesia- pusat data dan informasi tahun 2005. Jakarta


[1] Colin Brown. Short History of Indonesion, The unlikely nation?.2003. South Wind Productions, Singapore
[2] Arnold toynbee. Sejarah Umat Manusia(Uraian analitis, Kronologis, naratif dan komparatif)—judul asli: mankind and mother earth(a narrative history of the world). Baca bab 58 India dan asia tenggara hal 533-541.Cetakan ke IV, Pustaka Pelajar, 2007
[3] “kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena kita ingin hidup lebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena”ideaal” saja, kita bergerak karena ingin cukup makanan, ingin cukup pakaian, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minimum seni dan cultuur. Pendek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib didalam segala bagian-bagiannya dan cabang-cabangnya(soekarno). Disampaikan dalam dua kali kegiatan, pertama tahun 1930-an dan amanat peringatah HUT RI 1959 yang erjudul  “penemuan kembali revolusi kita”(Rediscovery of our revolution)”.
[4] Dr. Qadar Bakhsh Baloch&Dr. Nasir Kareem. Book Review; The third wave by alvin toffler. Journal of managerial science. Qadar Bakhsh Baloch.p.115-143
[5]James R. Lincoln,  Durkheim and organizational culture melalui Division of labor in society.2004.University of california
[6] Mercury News Staff Writer Miranda Ewell. Toffler Interview: Information Technology Seen as Power to Workers.
[7] American sociological association, 2010-2011 “ Toward a sociology of citizenship”
[8] Kesehatan Indonesia dalam gambar. Departemen Kesehatan republik indonesia- pusat data dan informasi tahun 2005.
[9] Berita Resmi statistik No. 47/IX/1 septemper 2006. Tingkat kemiskinan Indonesia tahun 2005-2006. Tahun 1998 akibat krisis ekonomi, angka kemiskinan indonesia mencapai 49,5 juta jiwa. Tahun 1999,2000,2001,2002, 2003,2004,2005,2006 berturut-turut 47.97, 38.7, 37.9, 38.4, 37.3, 36.1, 35.1, 39.05 juta jiwa.
[10] “Zuly kodir, Litbang pimpinan Wilayah Muhammadiyah. Kompas, Jumat 6 Juni 2003,h.4, kolom 3-5....sebenarnya dunia pendidikan kita dimasa datang bukan lahan paling baik untuk membangun karakter bangsa. Bahkan pendidikann kita bisa menjadi lahan paling subur menumbuhkan manusia-manusia bermental politisi, manipulatif dan mungkin pendendam.
[11] Karl popper dalam The logic of scientific discovery(Routledge, 1992) chapter 4;  falsifiability .
[12] Baca Kathy S. Stoley .2005. basic sociology. mengenai  social movement.p.179-200.USA:  Greenwood Press
[13] Baca lebih lanjut mengenai teori kepribadian: Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik(E.Koeswara,1991).Bandung: penerbit PT Eresco.
[14] Baca lebih lanjut Neil Thomas. Handbook of management and leadership. Chapter 3 decision making and problem solving.p.41-55. India, replika press
[15] James Quayle Dealeylester & Lester Frank Ward. Textbook of Sociology. The Science of Sociology. The Macmillan Company. London: Macmillan & Co., Ltd. 1905. p.6
[16] Baca Edi Suharto, “Peta dan Dinamika Welfare State di berbagai negara(pelajaran apa yang bisa dpetik untuk membangun indonesia). Makalah disampaikan pada Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di Indonesia”, Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, bertempat di Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006.
Pendekatan konstitusional diperkenalkan Betham akan gagasan reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial. Di Inggris dan AS ide beveridge mengenai permasalah sosial dan menggunakan sistem alih asuransi mulai dikembangkan. Penguatan pelayanan sosial ada yang diberikan secara penuh, residual dan korporasi. Hampir setiap negara memngadopsi pendekatan secara beraneka ragam dengan konsentrasi tertentu.
[17] Istilah ini diambil dari britanica encyclopedia secara online
[18] Baca Nazrul Islam And M.Imdadul Haque. End Of Sociological(Theory Implications And Lessons For Bangladesh).
[19] lewat Francis Fukuyama melalui bukunya state building menyuarakan negara harus diperkuat, diambil dari makalah”Islam dan Negara Kesejahteraan” dalam acara DAP IMM tahun 2008, 18 januari 2008 oleh Edi Suharto
[20]Sutarmo. Muhammadiyah Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis.2005.suara muhammadiyah
[21] Baca hasan ali engineer. islam dan teologi pembebasan. Bab VI islam dan tantangan kemiskinan.p.87-1116.pustaka pelajar
(Sumber: Tulisan Pigur A Miswanto Peserta DAM Sukoharjo)

Pola Perkaderan HMI


Kader sebagai seseorang yang telah menyetujui dan meyakini kebenaran suatu tujuan dari suatu kelompok atau jama’ah tertentu, kemudian secara terus menerus dan setia turut berjuang dalam proses pencapaian tujuan yang telah disetujui dan diyakini itu (Imawan Wahyudi, 2002:9). Tentunya yang menjadi wadah utama seorang kader dalam beraktualisasi adalah organisasi. Organisasi adalah suatu kelompok orang yang memiliki tujuan yang sama. Berbagai golongan massa, seperti klas buruh, kaum tani, nelayan, intelektual progresif : pemuda dan pelajar, wanita dll, mengorganisasikan diri dalam organisasi-organisasi massa. Organissi massa (ormas) diperlukan untuk memperjuangkan kepentingan kepentingan mereka yang sederhana seperti kepentingan ekonomi, hak-hak dasar mereka dan sebagainya.
Himpunan Mahasiswa Islam yang juga sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, bukan hanya berfungsi sebagai organisasi massa tetapi juga merupakan organisasi pengkaderan. Dimana selain merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dengan tujuan yang sama, organisasi pengkaderan juga memiliki tangung jawab untuk terus mencari kader-kader baru, mendidiknya dalam sebuah pelatihan, serta melakukan pengawasan dan aktivitas untuk mengambangkan potensi kader yang kesemuanya itu diatur dalam sebuah sistem yang diciptakan oleh organisasi pengkaderan itu sendiri.
Urgensi Pengader
Selanjutnya HMI berperan untuk melahirkan kader-kader yang berfungsi sebagai pemimpin umat dan bangsa. Kondisi ini mengharuskan HMI memiliki kualifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat terutama mahasiswa pada umumnya. Cerminan dari kualifikasi tersebut harus diaktualisasikan dalam ide-ide dan perjuangan HMI. Pengkaderan non sectarian menjadi syarat berikutnya, dimana kader HMI harus siap “dilempar” di masyarakat kebanyakan untuk mengarahkannya kepada nilai-nilai islam tanpa melihat perbedaan budaya dan ideology.
Pengader sebagai kader HMI yang mempunyai kualifikasi lebih tinggi, karena merupakan sosok kepribadian yang utuh sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang (Pedoman Pengader, 2006). Sehingga harus dapat menentukan perlakuan yang sesuai terhadap kader yang pada umumnya berada di usia peralihan dari remaja ke dewasa, dimana rawan mengalami disorientasi hebat. Jangankan memastikan apa yang harus dikerjakan, angan tentang cita-cita saja makin dipenuhi ketidakpastian. Dalam hal menentukan cita-cita, kita kalah dengan anak SD yang bisa dengan gamblang menyebutkannya dengan penuh optimis. Itulah yang saya maksud dengan proses pengerdilan diri. Kita jadi merasa makin takut menatap masa depan hingga lupa ke mana akan pergi.
Rumus sederhana Kiyosaki untuk menggapai cita menarik untuk diterapkan dalam usaha seorang pengader . Rumusnya sederhana saja, dengan tiga variabel. “Do”,“have”,dan “be”. Melakukan, memiliki, dan menjadi sesuatu (atau seseorang). Untuk bisa menjadi seorang pengader sebenarnya setiap orang harus melakukan/mengerjakan apa-apa yang ditentukan dalam pedoman pengkaderan HMI, sekaligus merasa memiliki segala nilai yang menjadi landasan dan tujuan HMI yang termuat dalam AD/ART, secara khusus pada pedoman pengkaderan. Jika hanya “memiliki”, maka yang dipunyai hanya kepura-puraan tanpa dapat membrikan sumbangsih nyata bagi penanaman nilai-nilai ke-HMIan. Demikian pula jika hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang pengader, maka itu hanya imitasi.
Nilai intelektualitas sebagaimana yang diungkapkan oleh Jalaluddin Rakhmat, bahwa intelektual bukan hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana, juga bukan sekedar ilmuwan yang berupaya mendalami penalaran dan penelitian dalam mengembangkan spesifikasi keilmuwannya. Intelektual adalah mereka yang merasa terpanggil hatinya untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat difahami berbagai kalangan, kemudian menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalahnya. Inilah salah satu yang dapat dijadikan telaah pengader HMI dalam melakukan pembacaan atas pergeseran paradigma berpikir kader yang disebabkan oleh gagal karena tak punya potensi yang bisa dibanggakan, mungkin bukan jenis cerita yang istimewa. Tapi juga tak sedikit kader yang justru gagal karena dirinya menyimpan banyak potensi. Kader jenis ini biasanya lantas punya banyak ide dan keinginan. Keinginan dan ide yang terlalu berlimpah malah jadi bencana jika tak dikelola dengan benar. Harus ada skala prioritas dan pemikiran strategis pengader dengan nilai intelektualnya untuk membatasi lubernya ide.
Kesadaran Kritis
Pengader juga harus bisa berfungsi sebagai guru dalam artian menjadi menyelenggarakan pendidikan. Unsur pendidikan sendiri, Freire menggarisbawahi terdapat tiga unsur fundamental yakni; pengajar, peserta didik dan realitas dunia (Mansour Faqih, Roem Topatimasang, Toto Rahardjo : 2001 : 40) Hubungan antara unsur pertama dengan unsur kedua seperti halnya teman yang saling melengkapi dalam proses pembelajaran. Keduanya tidak berfungsi secara struktural formal yang nantinya akan memisahkan keduanya. Bahkan Freire mengidentifikasi bahwa hubungan antara pengajar dan peserta didik yang bersifat struktural formal hanya akan melahirkan “pendidikan gaya bank” (banking concept of education).
“Pendidikan gaya bank” merupakan pola hubungan kontradiksi yang saling menekan. Ketika pengajar (guru) ditempatkan pada posisi di atas, maka peserta didik (murid) harus berada di bawah dengan menerima tekanan-tekanan otoritas sang guru. Oleh karena itu pendidikan seperti ini hanya akan melahirkan penindasan dan tidak sesuai dengan fitrah. Freire lebih menghendaki bahwa hubungan antara guru dan murid (pengader dan kader) seperti halnya seorang teman atau partnership. Dengan model hubungan seperti ini memungkinkan pendidikan itu berjalan secara dialogis dan partisipatoris. Posisi pengajar dan peserta didik oleh Freire dikategorikan sebagai subyek “yang sadar” (cognitive). Artinya kedua posisi ini sama-sama berfungsi sebagai subyek dalam proses pembelajaran. Peran guru hanya mewakili dari seorang teman (partnership) yang baik bagi muridnya. Adapun posisi realitas dunia menjadi medium atau obyek “yang disadari” (cognizable). Disinilah manusia itu belajar dari hidupnya. Dengan begitu manusia dalam konsep pendidikan Freire mendapati posisi sebagai subyek aktif. Manusia kemudian belajar dari realitas sebagai medium pembelajaran. Bekal inilah yang dapat digunakan untuk mengubah kondisi sosial masyarakat tertindas, yaitu Freire menggagas gerakan “penyadaran” (William A. Smith : 2001 : xvii). Sebagai usaha membebaskan manusia dari keterbelakangan, kebodohan atau kebudayaan bisu yang selalu menakutkan.
Dalam hal ini Freire memetakan tipologi kesadaran manusia dalam empat kategori; Pertama, Magic Conscousness, Kedua Naival Consciousness; Ketiga Critical Consciousness dan Keempat, atau yang paling puncak adalah Transformation Consciousness.
1.      Kesadaran Magis merupakan jenis kesadaran paling determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri. Bahkan dalam menghadapi kehidupan sehari-harinya ia lebih percaya pada kekuatan taqdir yang telah menentukan. Bahwa ia harus hidup miskin, bodoh, terbelakang dan sebagainya adalah suatu “suratan taqdir” yang tidak bisa diganggu gugat.
2.      Kesadaran Naif adalah jenis kesadaran yang sedikit berada di atas tingkatan-nya dibanding dengan sebelumnya. Kesadaran naif dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bisa menganalisa persoalan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsur-unsur yang mendukung suatu problem sosial. Ia baru sekedar mengerti bahwa dirinya itu tertindas, terbelakang dan itu tidak lazim. Hanya saja kurang mampu untuk memetakan secara sistematis persoalan-persoalan yang mendukung suatu problem sosial itu. Apalagi untuk mengajukan suatu tawaran solusi dari problem sosial.
3.      Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya. Kesadaran kritis bersifat analitis sekaligus praksis. Seseorang itu mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah, identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Disamping itu ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu problem sosial.
4.      Kesadaran Transformative adalah puncak dari kesadaran kritis. Dalam istilah lain kesadaran ini adalah “kesadarannya kesadaran” (the conscie of the consciousness). Orang makin praksis dalam merumuskan suatu persoalan. Antara ide, perkataan dan tindakan serta progresifitas dalam posisi seimbang. Kesadaran transformative akan menjadikan manusia itu betul-betul dalam derajat sebagai manusia yang sempurna.
Setelah melewati proses penyadaran, pendidikan di HMI yang berbekal dari proses ideologisasi akan mampu membebaskan manusia dari belenggu hidup. Dalam proses akhir ini, pendidikan akan membebaskan kader sebagai manusia sekaligus mengembalikan pada potensi-potensi fitri. Arti “kebebasan” (liberation) adalah pembebasan manusia dari belenggu-belenggu penindasan yang menghambat kehidupan secara lazim. Disinilah peran pengader ditekankan demi mengungkap kesadaran kader dan melahirkan sikap kritis yang merupakan manifestasi dari sikap seseorang yang mampu memahami kondisi sosial serta dirinya dalam pergumulan secara langsung dengan manusia lain.
Memandang proses perkaderan bukanlah mengidentikkan mesin produksi dari industri yang melahirkan produk sesuai prosesannya. Dan fungsionaris perkaderan (para ideology, trainer) bukanlah buruh pabrik yang hanya menjadi pengawas proses yang berjalan. Mengidentikkan proses perkaderan dengan mesin sama saja menempatkan perkaderan kita sebagai sebuah bentuk aktivitas passif[1] yang berjalan. Sehingga cetakan perkaderan adalah cetakan passif yang anti dialektik dan cenderung menempatkan perkaderan sebagai bentuk penunggalan dimensi hasil olahan manusia[2]. Disadari atau tidak kejumudan organisasi ini telah menempatkan ruang-ruang perkaderan sebagai aktivitas jumud dan sama sekali tidak menarik karena hanya menjadi formalitas organisasi yang sama sekali tidak diberi gambaran visioning.
Pertama bahwa kondisi harusnya tidak membuat kita menjadi stagnan. Minimal menjadi stagnan dalam bergerak dan kritis terhadap kondisi ini. Apapun alasannya pilihan untuk bergerak dan idealis adalah harga mati untuk membangun kembali perkaderan HMI ini. Kedua bahwa kita harus mulai meluruskan kembali konsep-konsep ketidaknyambungan arah ini menuju jalan yang semestinya. Selama HMI tidak bisa menjawab tantangan kebutuhan maka selamanya pula HMI tidak lagi menjadi Harapan Masyarakat Indonesia, sebagaimana yang diungkapkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. HMI hanya akan menjadi katub politik baru bagi mobilitas vertical kader-kadernya. Selayaknya pembentukan kader profetik yang menjadi ummy bagi kelas social dan masyarakatnya menjadi pilihan atas kejumudan ini. Dan awal dari langkah tersebut adalah membangun basis perkaderan yang profetik dan mampu menjawab tuntutan kebutuhan kaum Mustadz’afin Negara bangsa ini.
Meminjam kembali istilahnya Sartre, kita harus melakukan passivitas aktif. Kita harus aktiv ditengah cetakan pasif yang ada ini. Artinya kita membangun kembali egalitarian perkaderan dan pengembalian konsepsi perkaderan ke dasar awal kelahirannya. Mengembalikan perkaderan menjadi sosok dan profil yang profetik, ummy sebagaimana yang diamanatkan oleh landasan teologis organisasi ini. Perkaderan yang siap mencetak kader-kader basis yang mampu menjawab kebutuhan marginalisasi masyarakat.
From religion to Philosophy” adalah sebuah proses perubahan tradisi beragama yang berawal dari sikap yang aktif dan emosional, menuju kepada sikap yang intelektual dan spekulatif dalam menjalankan tradisi-tradisi keagamaan (Francis Cornford) sumber: http://www.bungsucikal.com

Memperkokoh Gerakan Intelektualisme


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir tanggal 14 maret 1964 di jogyakarta, Dalam jajaran organisasi otonom muhammadiyah(ortom), imm merupakan yang paling muda usianya,tapi dari iMM lah muhammadiyah banyak menaruh harapan lahirnya kader – kader potensial, terutama yang memiliki kesempatan secara intelektual, generasi awal, sedikit banyak telah mampu memenuhi harapan tersebut Ikatan mahasiswa Muhammadiyah memiliki tujuan terbentuknya akademisi islam yang berakhak mulia dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah.
            Dalam pengkaderan IMM,komponen kualitas intelektual adalah untuk menentukan kualitas kader kedepannya,ketajaman intelektual akan menggugah kesadaran nurani untuk setiap saat memikirkan kondisi social.seorang intelektual sejati tidak akan pernah diam berfikir dan bergerak untuk merenungkan,mencermati, dan mencarikan solusi demi perbaikan kualitas kesejahteraan manusia.karna seorang intelektual adalah seorang pemikir serta seorang yang berada di tengah-tengah masyarakat
            Inteaktual sering dilawankan dengan kebebalan.kebebalan merupakan sesuatu yang bersifat otoriter dan tidak berdasarkan pada exsperimen,orang yang bebal merupakan orang yang tdak mempunyai daya antisipasi(lambat bersikap dan reaktif),tidak kreatif serta cenderum kurang rasional.
            Sementara kaum intelektual merupakan kelompok kecil masyarakat yang hidup dan bergaul dalam kelompok terbatas,seorang intelaktual adalah seorang yang memusatkan diri memikirkan ide dan masalah non-material dengan menggunaan penalarannya.
            Sebagai organisasi ortom muhammadiyah, IMM berfungsi mewadahi aspirasi perjuangan dalam upaya menghimpun, menggerakan serta menggembleng mahasiswa islam guna meningkatkan peran dan tanggung jawab sebagai kader kader bangsa.Tiga kompetensi dasar tersebut merupakan akar dari identitas gerakan IMM yang merupakan dasar dalam peroses pengkaderan. Sebab memang IMM pada dasarnya adalah gerakan mahasiswa yang berdasarkan diri pada tiga ranahan penting, kemahasiswaan (basis intelektual), kemasyarakatan (basis humanitas), dan keagamaan (basis religiusitas). Dengan demikian , ketiganya saling berkaitan menciptakan  gerakan intelektual.
Bersangkutan dengan tiga ranah gerakan IMM ini, Mohamad Djaman Alkindi, ketua DPP IMM pertama kali, merumuskan bahwa identitas IMM paling tidak ada 6 pokok yang perlu di jadikan prinsip dan di kembangkan untik gerakan IMM dari masa ke masa, enam rumusan tersebut adalah :
1.        Sebagai Kader, harus di dukung oleh kualitas
2.        memadukan aqidah dengan intelektualitas
3.        tertib dalam Ibadah
4.        tekun belajar
5.        Ilmu amaliah, amal ilmiah
6.        untuk kepentingan masyarakat
Pertama, meneguhkan prinsip tauhid. Peradaban dunia yang di bangung umat manusia dewasa ini telah kehilangan nilai ketuhanan, bahkan lebi mengarah pada kepada orientasi kemanusiaan.
Kedua, menggunakan nalar intelektualnya untuk berfikir bebas.sebab, seorang intelektual memeiliki karakter untuk dapat berfikir bebas tampa adanya tekanan dari sistem, orang lain, maupun dorongan kelompok tertentu, inilah intelektual murni, berdiri sendiri,tidak memiliki hubungan dengan kepentingan politik duniawi kotor.
Ketiga, mengusung pijar – pijar kebenaran. Pijar kebenaran adalah tanggung jawab moral kaum intelektual dari kalangan mahasiswa. Moh Hata memandang bahwa kaum intelektual memiliki tanggung jawab moral yang sangat besar terhadap setiap krisis yang terjadi di bangsa ini.
Keempat, memperdalam nalar intelektual, menurut robet nisbet(dalam bukunya what is an interllectual?) mengatakan “ seorang intelektual memiliki kelebihan bila di bandingkan engan filsafah dan sarjana”
            Untuk memperdalam nalar intelektual dalam IMM,dapat memperluar dan menyediakan ruang – ruang pengembangan berbasis nalar intelektual. Membuka lebar – lebar ruang baca, ruang fikir di tingkatkan, dan ruangan tulisa di budayakan sebagai bentuk pengembangan keilmuan tersebut.tidak ada yang tidak mungkin untuk di lakukan, sebab bila ada kemauan yang tinggi untuk membangun IMM, dengan daya bakat yang di milikinya.
            Apalagi dalam ruang yang tampa batas ini, identitas baik kelompok maupun individu semakin kabur dan tidak jelas, termasuk di dalamnya gerakan mahasiswa.          Pada dasarnya mahasiswalah yg mempunyai peranan penting untuk membawa sebua perubah yg lebih baik terutama diera yg moderenisasi saat ini,salah satu factor pendorong di rintisnya imm adalah agar muhammadiya sebagai organisasi  gerakan dakwah isllam yg biasa membawa perubahan di dalam tatanan masyarakat ,bangsa dan Negara ini
            Secara sederhana dapat di kemukakan bahwa imm merupakan organisasi kader yg bertekad untuk terus meningkatkan kualitas diri, memiliki komitmem yg kuat dalam bidang agama(islam),imm harus mampu membuat gerakan untuk membuat sebuah perubahan,IMM bukan merupakan barang antic,atau pun situs arkeologi
            IMM adalah sebuah organisasi kemahasiswaan.dalam menjalanknan peranannya imm harus membuka diri terhadap semua komponen masyarakat,membuka diri  terhadap ide_ide baru dari manapun datangnya ide itu,kata “membuka diri”buka berarti “Masuk dan larut”tetapi”menerima sebagai sebuah realita objektif”.bahwa di tengah_tengah masyarakat kita,sekarang  ini terdapat bermacam_macam dan beragam kebudayaan dan perpolitikan , dan ideology yang masing_masing  tumbuh dan berkembang dengan logika  pembenaran masing-masing.terhadap kenyataan semacam ini yang di butuhkan imm adalah  dengac cara merespon,kalau pun dengan mengkritik harus di sampaikan dengan cara yg elegan dan argumentative ,”apa yg kita anggap baik,belum tentu baik pula buat kita,dan sebaliknya”,
Tapi nanti,ketika kita berbaur kembali dan berbaur dalam lingkungan masyarakat,maka kita harus mampu Membangun masyarakat yang kritis:
Menanggapi persoalan ini, yang harus kita perhatikan dalam rangka memperbaiki kesadaran politik rakyat agar mampu menjadi masyarakat yang kritis antara lain mandorong mereka untuk mengenal dan memahami makna politik yang sebenarnya. Atau dengan arti lain, masyarakat memiliki kesempatan untuk memahami pendidikan politik. Karena selama ini baik negara atau parpol, sama sekali lalai dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Kampanye yang sering parpol gembar-gemborkan sebagai pendidikan politik sejatinya hanyalah partisipasi yang di mobilisasi (mobilized participation) dan bukan partisipasi bagi penciptaan masyarakat yang kritis dan melek politik.
untuk itulah imm berperan penting  dalam lingkungan masyarakat,karenakader imm adalah seorang misionaris  yang mengemban nilai dan nilai yang di emban adalah nilai islam rahmatan lil’alamin, serta amal ma’ruf nahi mukar akan senantiasa dalam perilaku dan gerak gerik seorang kader imm di manapun ia berada ,seorang kader imm yg memiliki fungsi intelektual dan idiolog akan bersifat rendah hati
Dalam kapasitas inilah, IMM perlu memperkuat kembali identitasnya sebagai khalifatullah dengan mengingat kembali nilai – nilai sejarah yang telah di ukir dalam mewujudkan misi kehalifahan tersebut. Semoga kejayaan IMM menjadi kejayaan umat,persyarikatan dan bangsa ini.

Peran Mahasiswa dalam Intelektual


Berbicara soal mahasiswa berarti berbicara tentang penggerak atau juru kunci perubahan, sebagai mana yang sering kita dengar mahasiswa adalah agen of change, tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan yang dibawa mahasiswa tergantung dari kekuatannya dalam melihat keadaan sekitar fenomena yang terjadi dalam kehidupan ini, baik dari segi ekonomi, pendidikan, politik, agama dan banyak  lainya.  Cara berfikir seperti ini disebut cara berfikir kritis.
Berfikir kritis tidak hanya memberikan kritikan yang memojokkan  atau malah ejekan terhadap sesuatu kekurangan tapi sebagai mahasiswa hendaknya mampu mencarikan solusi dan berani menyuarakan sesuatu kebenaran. Kebaranian untuk mengungkapkan pendapat dan mencarikan jalan keluar dari suatu permasalahan yang ada di tengah masyarakat merupakan tugas pokok dari seorang mahasiswa yang akan menjadi pewaris tampuk pimpinan, tentunya setelah menyelesaikan perkuliahan mereka akan lansung bersentuhan dengan masyarakat. Seandainya hal ini tidak lagi disadari oleh mahasiswa sepenuhnya tentunya perubahan itu tidak akan terjadi,oleh karena itu sebagai generasi penerus maka mahasiswa harus membina mental serta intelektual dengan baik untuk bisa menjawab semua tantangan dan kewajiban yang harus di penuhinya.
Pembinaan dan kesadaran untuk memper tajam intilektual sudah tidak begitu terasa di kalangan mahasiswa hal ini disebabkan bahwa banyak mahasiswa yang tidak sadar akan peranan dan tanggung jawabnya sebagai kaum intelektual yang akan memberi pencerahan, dan pencerdasan bagi masyarakat. perubahan zaman juga turut menghanyutkan sanse of intellectual tersebut sehingga  Fenomena yang tampak adalah mahasiswa cukup bergelut masalah akademik saja tanpa mau memperkuat wawasan dan mengokohkan sense of intelektualannya, atau bersuara lantang memperjuangkan keadilan masyarakat.
Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa, menurut Wikipedia adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Mahasiswa bisa juga disebut sebagai pencari gelar, karena tujuan utama mahasiswa adalah mendapatkan gelar. Sedangkan Intelektual (Intellectual) yaitu cerdas, berakal dan berpikiran jemih berdasarkan ilmu pengetahuan.
Mahasiswa, secara etimologis berarti siswa yang di-maha-kan, siswa yang dihormati dan dihargai di lingkungan sekitar terutama lingkungan berbangsa bernegara. Bukan hanya itu, melainkan ada yang lebih substansial lagi, mahasiswa dalam menjalankan aktifitasnya dituntut untuk mandiri, kreatif, dan idependen.
Dalam kehidupan bermasyarakat, mahasiswa menjadi suatu komunitas unik yang khas, bahkan ada yang mengatakan sebagai suatu yang aneh. Mengapa demikian? Karena mahasiswa secara historis telah mencatatkan kaki dalam sejarah perubahan, menjadi garda terdepan, dan motor penggerak perubahan. Komunitas mahasiswa dikenal dengan jiwa militannya dan pengorbanan yang tak kenal lelah mempertahankan idealismenya, yang lebih substansial lagi, mahasiswa mampu berada sedikit di atas kelas masyarakat karena dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya,
Melihat potensi mahasiswa yang begitu besar, tidak sepantasnyalah peran mahasiswa yang hanya mementingkan kebutuhan pribadi saja. Melainkan harus tetap berkontribusi terhadap bangsa dan negarnya. Seperti yang telah dituliskan di atas, mahasiswa bukan menjadi siswa yang tanggung jawabnya hanya belajar, mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat.
Peran Mahasiswa
  1. Creator of Change
Selama ini kita mendengar bahwa peranan mahasiswa hanya sebagai agen perubahan. Pendapat lain mengatakan mengatakan itu tidaklah benar, mengapa? Karena dalam defininya kata ”agen” hanya merujuk bahwa mahasiswa hanyalah sebagai pembantu atau bahkan hanya menjadi objek perubahan, bukan sebagai pencetus perubahan. Inilah alasan mengapa saat ini peranan mahasiswa banyak yang diboncengi pencetus perubahan lain seperti partai politik, ormas, dan lainnya. Melihat dari kata ”pencetus”, mahasiswa seharusnya dapat bergerak independen, sesuai dengan idealisme mereka.
Hal ini dapat dilihat, ketika kondisi bangsa ini sekarang tidaklah ideal, banyak sekali permasalahan bangsa yang ada, mulai dari korupsi, penggusuran, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Mahasiswa yang mempunyai idealisme sudah seharusnya berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara menjadi ideal. Lalu, apa yang menjadi alasan untuk berubah? Secara substansial, perubahan merupakan harga mutlak, setiap kebudayaan dan kondisi pasti mengalami perubahan walaupun keadaanya tetap diam –sudah menjadi hukum alam. Sejarah telah membuktikan, bahwa perubahan besar terjadi di tangan generasi muda mulai dari zaman nabi, kolonialisme, reformasi, dan lain sebagainya. Maka dari itu, mahasiswa dituntut bukan hanya menjadi agen perubahan saja, melainkan pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya ke arah yang lebih baik.
  1. Iron Stock
Peranan mahasiswa yang tak kalah penting adalah iron stock atau mahasiswa dengan ketangguhan idealismenya akan menjadi pengganti generasi-generasi sebelumnya, tentu dengan kemampuan dan akhlak mulia. Dapat dikatakan, bahwa mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan bangsa masa depan. Peran organisasi kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa, kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik tentu akan meningkatkan kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Pasti timbul pertanyaan, bagaimana cara mempersiapkan mahasiswa agar menjadi calon pemimpin yang siap pakai? Tentu jawabannya adalah dengan memperkaya pengetahuan yang ada terhadap masyarakatnya. Selain itu, mempelajari berbagai kesalahan yang ada pada generasi sebelumnya juga diperlukan sehingga menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan diri.
  1. Social Control
Peran mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada yang tidak beres atau ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan gagasan dan ilmu yang dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial dalam masyarakat. Mengapa harus menjadi social control? Kita semua tahu, bahwa mahasiswa itu sendiri lahir dari rahim rakyat, dan sudah seyogyanya mahasiswa memiliki peran sosial, peran yang menjaga dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat.Saat ini di Indonesia, masyarakat merasakan bahwa pemerintah hanya memikirkan dirinya sendiri dalam bertindak. Usut punya usut, pemerintah tidak menepati janji yang telah diumbar-umbar dalam kampanye mereka. Kasus hukum, korupsi, dan pendidikan merajalela dalam kehidupan berbangsa bernegara. Inilah potret mengapa mahasiswa yang notabene sebagai anak rakyat harus bertindak dengan ilmu dan kelebihan yang dimilikinya. Lalu bagaimana cara agar mahasiswa dapat berperan sebagai kontrol sosial? Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa sosial yang peduli pada keadaan rakyat yang mengalami penderitaan, ketidakadilan, dan ketertindasan. Kontrol sosial dapat dilakukan ketika pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan rakyat, maka dari itu mahasiswa bergerak sebagai perwujudan kepedulian terhadap rakyat.Pergerakan mahasiswa bukan hanya sekedar turun ke jalan saja, melainkan harus lebih substansial lagi yaitu diskusi, kajian dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, sifat peduli terhadap rakyat juga dapat ditunjukkan ketika mahasiswa dapat memberikan bantuan baik secara moril dan materil bagi siapa saja yang membutuhkannya.
  1. Moral Force
Moral force atau kekuatan moral adalah fungsi yang utama dalam peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu mengapa harus moral force? Mahasiswa dalam kehidupannya dituntut untuk dapat memberikan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat. Hal ini menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari masyarakat sebagai kaum terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Kini, peran mahasiswa yang satu ini telah banyak ditinggalkan, banyak kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada kehidupan hedonisme. Amanat dan tanggung jawab yang telah dipegang oleh mahasiswa sebagai kaum terpelajar telah ditinggalkan begitu saja. Jika ini terjadi, kegiatan mahasiswa bukan lagi berorientasi pada rakyat, hal ini pasti akan menyebabkan generasi pengganti hilang. Maka dari itu, peran moral force sangat dibutuhkan bagi mahasiswa Indonesia yang secara garis besar memiliki goal menjadikan negara dan bangsa ini lebih baik.
Mahasiswa dengan segala keunikan dan kelebihannya masih sangat rentan, sebab posisi mahasiswa yang dikenal sebagai kaum idealis harus berdiri tegap di antara idealisme mereka dan realita kenyataan. Realita ini yang ada dalam masyarakat, di saat mahasiswa tengah berjuang membela idealisme mereka, tenyata di sisi lain realita yang terjadi di masyarakat semakin buruk. Saat mahasiswa berpihak pada realita, ternyata secara tak sadar telah meninggalkan idealisme dan ilmu yang seharusnya di implementasikan. Inilah yang menjadi paradoks mahasiswa saat ini.
Posisi mahasiswa di masyarakat juga masih dianggap sebagai kaum ekslusif, kaum yang hanya bisa membuat kemacetan di kala aksi, tanpa sekalipun memberikan hasil yang konkret, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan kata lain, perjuangan dan peran mahasiswa saat ini telah kehilangan esensinya sehingga masyarakat sudah tidak menganggap peran mahasiswa sebagai suatu harapan. Inilah paradigma yang seharusnya diubah, jurang lebar antara masyarakat dan mahasiswa harus dihapuskan.
Peranan Intelektual Mahasiswa
Dari uraian di atas telah dibahas tentang pengertian mahasiswa kemudian apa saja peranannya. Sebagai kaum intelektual pencipta perubahan, social control, iron stok dan moral force maka sence of itntelektual tidak bisa di pisahkan dari mahasiswa. Sebagai kader bangsa hal ini sangat dibutuhkan sebagai alat untuk memulai perubahan serta membela kaum yang tertindas.
Berdadsarkan pengertiannya intelektual adalah cerdas, berfikir jernih memiliki ilmu pengetahuan. Itelektual adalah gerak bebas seorang terbang seperti burung. Arah terbang mereka hanyalah pada fakta dan prinsip-prinsip kebenaran. Intelektual sejati akan bertindak secara rasional, lebih mementingkan akal daripada perasaan, obyektif, punya integrated pesonality hingga sanggup menyatakan benar dan salah tanpa pandang bulu. Shill (1972)
intelektual itu sudah seharusnya bergerak maju secara progresif dan kritis.   Tidak terikat oleh hukum –hukum keilmuan dan penelitian ilmiah yang cendrung membajak kekhasan intelektual yang kritis. Progresifitas dan  kritisme harus menjadi stamina prima yang akan menjadi penyuara keadilan bagi kemasyalahatan kamanusiaan. Derita dunia intelektualisme adalah “menghambanya kaum intelektualitas terhadap penguasa.
 Fungsi-fungsi inteleksinya digerakkan dalam rangka melanggengkan kekuasaan dan otoritarianisme kaum elit dan penguasa. Intelektualisme adalah perlambang energisitas subjek sebagai manifestasi ke-beragamaan yang memiliki visi pencerahan, penyadaran dan pencerdasan, bermuara kepada kebebasan dan kemerdekaan sebagai “manusia sadar” yang berperan untuk membebaskan manusia dari penjara kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, krangkeng pragmatisme politik, serta perbudakan globalisme yang menghabisi nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu untuk dapat melakoni peran penting mahasiswa yang akan mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan pemanusiaan kearah yang lebih baik maka perlu adanya intelektualisme yang tajam dan wawasan yang luas.
Kesimpulan
Dalam makalah ini di uraikan singkat tentang mahasiswa dan peranannya secara umum yaitu pencipta perubahan untuk kehidupan yang layak dan keadilan bagi kemanusiaan. Jika dilihat  sebagai kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tentunya memiliki tugas dan tujuan tersendiri sebagai kader bangsa, kader umat, dan kader perserikatan. seorang kader haruslah memiliki intelektualitas yang tinggi agar bisa menguak permasalahan, mencari keadilan memperjuangkan nasib masyarakat serta mencari solusi yang cerdas. Semua ini tentu tidak akan tercapai dengan wawasan yang sempit, kedangkalan berfikir dan perhatian yang minim dari seorang kader atau mahasiswa. (Tulisan Novi Rosdiana pada DAM Sukoharjo) 

BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites