Mesjid Terindah di Jawa Barat

Mesjid Agung Cianjur yang megah terletak di pusat Kota Cianjur yang dibangun pertama kali tahun 1810 M. oleh penduduk Cianjur yang tidak tercatat namanya. Dibangun di atas tanah wakaf Ny. Raden Bodedar binti Kangjeng Dalem Sabiruddin, Bupati Cianjur ke -4.
Luas Mesjid semula 400 meter. yang berkembang menjadi 2500 meter dan mengalami beberapa perbaikan sampai terakhir yang sangat besar yang ketujuh kali dari tahun 1993 sampai tahun 2000 atau kurang lebih tujuh tahun dengan biaya sekitar Rp. 10 Miliar. Design dan stylasinya memadukan gaya dan ciri khas mesjid tempo dulu dengan gaya arsitektur modern dan dapat menampung sekitar 4000 jemaah. (cianjurkab)
Terbaik di Jabar Walaupun Masjid Agung Cianjur Dibangun Tahun 1810 (harian umum pelita)
BERDIRI kokoh dan megah. Setiap saat, apalagi setiap bulan suci Ramadhan sarat dengan berbagai kegiatan keagamaan yang diikuti umat Islam dalam meningkatkan amaliyah Ramadhan. Begitulah keberadaan Masjid Agung Cianjur, Jabar, yang berada di jantung kota.
Dari atas dua menara tinggi yang dimiliki masjid ini, dapat melihat pemandangan kota, yang nyaman tenteram, seiring dengan dilaksanakannya gerakan moral Gerbang Marhamah (Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhlaqul Karimah), yang sudah berlangsung sekitar empat tahun lalu.
Masjid Agung Cianjur, pertama kali dibangun oleh masyarakat Cianjur tahun 1810 M (namun sayang nama-nama orang yang pertamakali membangunnya tidak tercatat-red). Semula ukurannya sangat kecil. Sekitar tahun 1820 M, pertamakali dilakukan perbaikan dan peluasan, sehingga ukurannya menjadi 20 x 20 M2 atau seluas 400 M2.
Perbaikan dan perluasan dilakukan oleh Penghulu Gede, Raden Muhammad Hoesein Bin Syekh Abdullah Rifai Penghulu Agung Pertama (I). Ibunya, NYR Mojanegara Binti Dalem Sabirudin. Beliau adalah cucu Dalem Sabirudin. Sedangkan Syekh Abdullah Rifai, ayah Muhammad Hoesein berdarah Arab dan Banten dari keturunan Bayu Suryaningrat.
Hingga sekarang Masjid Agung Cianjur, yang kepengurusan DKM (Dewan Kesejahteraan Masjid)-nya diketuai Drs HM Dudun Adullah SQ, sudah tujuh kali mengalami perbaikan. Perbaikan total yang menghabiskan biaya Rp7,5 M, pelaksanaannya mulai tanggal 2 Agustus 1993 s/d tanggal 1 Januari 1998 M, yaitu semasa Bupati Cianjur, Drs H Eddi Soekardi. Dilanjukan semasa Bupati Cianjur, Drs H Harkat Handiamihardja dan Bupati Cianjur, Ir H Wasidi Swastomo, MSi.
Masjid Agung yang berdiri di atas tanah wakaf Ny R Siti Bodedar itu, kini merupakan masjid tingkat kabupaten terbaik se-Jabar baik dalam pengelolaannya maupun kemegahannya. Tercatat pula banyak pejabat dan menteri yang pernah singgah dan sholat di masjid ini, diantaranya terakhir sebelum bulan suci Ramadhan, Menegpora (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga) Adyaksa Dault, menjadi khatib Jum’at di masjid ini.
Letusan G Gede
Masjid Agung Cianjur pada peristiwa, meletusnya Gunung Gede tahun 1879 tak luput terkena letusan Gunung Gede, sehingga masjid ini rusak porak poranda. Bahkan pada saat itu, seorang ulama ikut gugur, yaitu RH Idris Bin RH Muhyi (ayahnya KRH Muhammad Nuh, seorang ulama besar Cianjur), yang waktu itu, bertempat tinggal di Kampung Kaum Kidul.
Tahun 1880 M, masjid ini dibangun kembali oleh RH Soelaeman, waktu itu beliau sebagai Penghulu Agung dan RH Ma’mun Bin RH Hoesein yang lebih dikenal dengan nama panggilan Juragan Guru Waas, yang dibantu oleh masyarakat Cianjur.
Masjid Agung mengalami perubahan bentuk dan dilakukan kembali perluasan bangunannya. Sehingga luasnya mencapai 1.030 M2. Tahun 1912, ketika masjid berusia 32 tahun kembali dilakukan perbaikan dan perluasan di antaranya oleh RH Moch Said Penghulu Agung Cianjur, Isa al-Cholid salah seorang guru thorekat, RH Tolhah Bin RH Ein al-Cholid dan H Akiya Bin Darham, penduduk Cianjur keturunan Kudus.
Untuk keempat kalinya tahun 195 kembali diperbaiki dan diperluas disesuaikan dengan suasana alam merdeka dengan menghabiskan biaya sebesar Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah). Biaya sebesar itu di antaranya diperoleh dari bantuan Kementerian Agama RI sebesar Rp8.000 (delapan ribu rupiah). Sisanya dari swadaya masyarakat dan kas hasil tanah wakaf.
Keberadaan Masjid Agung waktu itu, meskipun beberapa kali mengalami perbaikan sepanjang tahun 1950 hingga tahun 1974, bentuk arsitekturnya hampir tetap sama, yaitu bentuk atap segi empat. Di tengah-tengah bagian atas atapnya terdapat satu menara besar tunggal atau kubah yang dilapisi seng besi dengan cat putih. Di atas kubah terdapat lambang bulan sabit.
Dulu, Masjid Agung Cianjur terkenal dengan alunan suara adzannya yangs angat merdu di atas menara yang dikumandangkan, di antaranya oleh muadzim R Muslihat (alm) seorang pegawai bagian kemesjidan sebagai muadzim tetap Masjid Agung Cianjur, penduduk Jalan Bojongmeron, Warujajar, RH Duduh (Alm) Bagian Keuangan KUA Kabupaten Cianjur penduduk Jalan Oto Iskandardinata I Bojongherang, Buniwangi.
Sekali pun waktu itu, belum ada adzan langgam Surabaya atau Jogyakarta, apalagi Makkah di Masjid Agung Cianjur, ternyata alunan suara adzan muadzim pertama itu, sampai saat ini belum ada yang menandinginya. Bahkan sampai ada orang Banten yang ingin mendengarkan muadzim Masjid Agung Cianjur. Jika akan ke Bandung selalu menyempatkan diri ikut sholat berjamaah di Masjid Agung Cianjur seraya ingin mendengarkan suara adzan R Muslihat.
Waktu-waktu itu, yang menjadi imam di Masjid Agung di antaranya KRH. Ma’sum, KRH Alamah Abdullah Bin Nuh, KRH Abdullah, KH Sholeh all Madani, Al-ustadz RH Sabirudin, KRH Hidayat, RA Soleh. Sedangkan merbotnya, Pak Ita, Pak Owi, Pak Yusuf, Pal Husen. Dilanjutkan oleh Pak Jamhur, Pak Obe, RD Muhyidin, dan Mas Yono Sugyanto.
Masjid Agung Cianjur dalam perjalanannya yang hingga sekarang sudah tujuh kali mengalami perbaikan dan perluasan tentu saja dalam bentuk bangunan dan arsitekturnya sudah banyak berubah. Namun sarat dengan berbagai kegiatan keagamaan untuk tegaknya syiar Islam di daerah yang penduduknya mayoritas pemeluk Islam ini. (man suparman)
Masjid Agung Cianjur (radarsukabumi)
INFRASTRUKTUR Pemerintahan dan keagamaan sebagai penopang dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah erat dan tak bisa dipisahkan. Kultur tersebut menjadikan Cianjur hingga kini dikenal sebagai kota santri.
Masjid Agung Cianjur jadi saksi bagaimana perjalanan sejarah perkembangan agama dan pemerintahan mulai 12 Juli 1677 hingga 12 Juli 2009. Jika diruntut sejarah berdirinya Masjid Agung Cianjur sebagai syiar Islam dipelopori Ny Raden Bodedar Binti Kanjeng Dalem Sabirudin, yakni Bupati Cianjur keempat dengan gelar Raden Adipati Wiratanudatar IV  (Ragent 1727-1761). Dia telah mewakafkan tanah untuk Masjid Agung Cianjur dan alun-alun depan Masjid Agung.
“Dalam imarah masjid cukup banyak aktifitas dilaksanakan, jauh dari masa kemerdekaan RI sekitar tahun 1947 di masjid ini diadakan pengajian umum rutinan, tiap hari ahad pagi, mubaligh penceramah tunggal,” kata Pengurus DKM Mesjid Agung Cianjur ustd Adi Karyadi saat wartawan koran ini menemuinya di Sekretariat DKM Masjid Agung Cianjur di Jl Siti Bodedar No 96 Cianjur beberapa waktu lalu.
Adapun kiai yang pernah mengisi ceramah sebelum masa kemerdekaan, yakni KH Syatibi Gentur Warungkondang, KHR Muhammad Nuh Kaum Kidul Cianjur, KRH Isa Al-Kholidi Gedong Asem Cianjur guru Thoreqat, KHR Marjuki Bojongherang, kakeknya KHR Abdul Halim Ketua MUI Cianjur sekarang, KH Musthofa (Mama Kandang Sapi Karangtengah) KHR Turo Sindanglaka Karangtengah.
Selanjutnya, ulama-ulama Cianjur setelah kemerdekaan, KH Mustofa Maleber Karangtengah, KHR Sudja’i Ciharashas Cilaku, KH Abdul Qodir Gentur Warungkondang, K Mualmi Z Irigasi Cibeber Ketua MUI Cianjur sebelum dan sesudah orde baru, KH Zein Abdul Somad (Mama Gelar) dan KRH Soleh A Pasarean Cianjur serta lainnya.
Sedangkan kini pengajian imaroh di Masjid Agung Cianjur, dari mulai kuliah subuh, pengajian umum hari Ahad dan Rabu mubaligh bergiliran, pengajian anak-anak tiap malam ba’da  magrib oleh tenaga khusus, pengajian khusus remaja, pengajian hari jumat sebelum dan sesudah jumat dan pengajian kitab Ihya untuk para kiaya dan umum setiap selasa pagi oleh sesepuh KHR Abdul Kodir Rozi atau Ust Koko.
“Kini melalui penyebaran agama Islam dengan metode da’wah, sehingga para alumni santri di Masjid Agung, telah menyebarkan agama Islam di mana-mana, baik di Cianjur hingga ke nusantara,” ujarnya.(**)
 Sumber :http://karakterpemuda.blogspot.com/

BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites