Manusia dalam Pendidikan Islam

Segala puji patut kita haturkan kepada Allah SWT yang memberikan kita kehidupan sehingga kita masih bisa terus berkreasi dan mengabdi sebagai sebuah bentuk pengabdian kita. Rasa syukur harus terus kita ungkapkan kepada sang pemberi nalar berfikir, dengan kemampuan nalar berfikir inilah kualitas keimanan kita menjadi semakin baik. Shalawat dan salam semoga semoga selalu dicurahkan kepada pembawa perubahan peradaban umat manusia, yang menunjukan jalan kebenaran. Yang perjuangannya selalu menjadi teladan semua manusia dan panutan orang-orang sholeh pemimpin para nabi dialah Nabi Muhammad SAW.
Mahasiswa adalah agen of change yang harus memberikan kontribusi nyata terhadap dunia disekitarnya. Salah satu implementasi dari peran mahasiswa adalah peran Intelektualitasnya yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan mahasiswa. Penyusunan makalah merupakan sesuatu keniscayaan bagi setiap mahasiswa begitupun dengan makalah yang ada didepan pembaca ini adalah salah satu hasil karya sangat sederhana kami. Walaupun sangat sederhana namun penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak khususnya penyusun sendiri.
Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik berkat bantuan teman-teman dan juga dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas membimbing kami. Sehingga kami mendapatkan sesuatu yang sangat bermanfaat. Makalah ini tentunya banyak kekurangan baik dari segi penyusunan ataupun sistematikanya sehingga kritik dan saran dari bebagai pihak sangat penyusun harapkan.
Ilmu yang dapat membawa perubahan terhadap manusia, dengan ilmu segala susuatu dapat menjadi mudah. Untuk mendapatkan ilmu ada proses yang harus dijalani sebagai konsekwensi logis terhadap keinginan yang ingin kita miliki. Proses mendapatkan ilmu sering disebut dengan pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran. Namun kata pendidikan memiliki nilai lebih dibanding dengan kata yang lainnya, karena dengan kata pendidikan itu sendiri sudah terintegrasi baik makna maupun subtansi apa yang dituju.
Pendidikan sangat universal memiliki makna yang jelas dan baik, namun makna yang dimiliki dalam proses pendidikan itu sering direduksi maknanya oleh pelaku pendidikan itu sendiri. Sehingga pendidikan menjadi bersifat parsial dan adanya dikotomi pendidikan. Padahal dalam Islam tidak mengenal adanya dikotomi ‘ilmu’ karena bagaimanapun itu semua berasal dari sumber yang sama yaitu sang creator alam semesta ini.
Dalam dunia Islam pendidikan dengan sangat jelas karena memiliki aturan dan rujukan yang tersirat dalam Al-Qur’an dan sunnah yang dilakukan oleh mufasir pertama Al-Qur’an. Yang bermuara pada makna dan tujuan yang jelas sehingga akan menghasilkan output (peserta didik-baca) yang memiliki kemampuan yang balance antara pengabdian dan karya yang dihasilkan didunia. Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat  an diserap dengan baik[1]. Derajat manusia akan mencapai drajat yang tinggi disisi Allah hanya dengan ilmu untuk memperoleh ilmu hanya ada satu jalan yaitu dengan proses pendidikan. Jadi betapa urgennya pendidikan ini untuk semua umat manusia.
Manusia Dalam Pendidikan Islam
Pengertian
Definisi Manusia Secara biologis, Manusia diklasifikasikan sebagai Homo Sapiens , sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Manusia secara kerohanian merupakan  Mereka yang menggunakan konsep jiwa  yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup. 
Secara biologi, manusia diartikan sebagai hominid dari spesies  Homo sapiens. Satu-satunya subspesies  yang tersisa dari Homo Sapiens ini adalah Homo sapiens sapiens. Mereka biasanya dianggap sebagai satu-satunya spesies yang dapat bertahan hidup dalam genus Homo.
Dalam Pandangan Agama Islam, Manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujzak. Manusia merupakan makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab:72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3),  serta fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).
Definisi Pendidikan secara umum, Definisi awam : “Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik”.“Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia : "pendidikann proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik;"
Menurut Undang-Undang, UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang"; Sedangkan menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
Menurut bahasa (etimologi) definisi pendidikan menurut bahasa memilik ragam yang berbeda berikut definisi menurut tiap bahasa:
1.    Bahasa Yunani : berasal dari kataPedagog i, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilahpedag ogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children).
2.   Bahasa Romawi : berasal dari kataeducare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia.
3.   Bangsa Jerman : berasal dari kataErziehung yang setara denganeducare, yaitu : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan  kekuatan/potensi anak.
4.   Bahasa Jawa : berasal dari katapanggu lawentah (pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Sedangkan Menurut para ahli pendidikan definisi pendidikan meiliki ragam yang sangat bervariasi pula, berikut definisi menurut para ahli pendidikan:
  1. Menurut para ahli, definisi pendidikan adalah "Berbagai upaya dan usaha yang dilakukan orang dewasa untuk mendidik nalar peserta didik dan mengatur moral mereka" (Warta Politeknik Negeri Jakarta, April 2007)
  2. Langefeld : Mendidik adalah membimbing anak dalam mencapai kedewasaan
  3. Heageveld : Mendidik adalah membantu anak dalam mencapai kedewasaan
  4. Bojonegoro : Mendidik adalah memeri tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai tercapai kedewasaan
  5. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
  6. Rosseau : Mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa.
  7. Darmaningtyas mengatakan tentang difinisi pendidikan yaitu pendidikan sebagai usaha dasar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup dan kemajuan yang ledih baik
  8. Paulo Freire ia mengatakan, pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, damana melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
  9. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
  10. H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
  11. Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat
Urgensi Pendidikan
Pedidikan merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam meningkatkan derajat manusia, dan pendidikan pula satu-satunya jalan untuk mendapatkan Ilmu. Dengan ilmu segala sesutau dapat berubah kearah yang lebih baik tentunya, ilmu mempermudah yang tadinya sulit menjadi gampang. Dengan ilmu pula Ibadah yang kita lakukan menjadi berarti dan diterima oleh Allah swt. Jadi, betapa pentingnya ilmu itu sehingga orang yang memiliki ilmu berada dalam posisi yang sangat terhormat.
Mendapatkan ilmu hanya ada satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan proses pendidikan. Melalui proses pendidikan inilah manusia akan mendapatkan ilmu, baik itu ilmu umum ataupun ilmu agama kalau kita boleh mendikotomikan ilmu. Tapi sesungguhnya hanya satu karena melalui satu sumber yang sama yang sang maha pencipta.
Pendidikan yang dilakukan oleh Islam bermuara pada bagaimana manusia mengenal sang maha pecipta. Sehingga semua yang dilakukan pada akhirnya dilandasi oleh Tauhid, bukan untuk menjauhkan manusia dari sang pencitpa tapi justru akan lebih mendekatkan manusia dengan Allah swt sang pecipta. Hal inilah yang menjadi pembeda antara pendidikan dunia barat dengan Islam.
Surat QS. At-Tiin: 1-6
Arti Ayat Al-Qur’an :
”Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun , Dan demi bukit Sinai, Dan demi kota (Mekah) ini yang aman, Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya” (QS. At-Tiin: 1-6)
Asbabun Nuzul
Imam Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Al 'Aufi bersumber dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya, "Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya." (Q.S. At Tiin, 5) Ibnu Abbas r.a. menceritakan bahwa mereka yang diisyaratkan oleh ayat ini adalah segolongan orang-orang yang dituakan umurnya hingga tua sekali pada zaman Rasulullah saw., karena itu ditanyakanlah perihal mereka, sewaktu mereka sudah pikun, maka Allah menurunkan firman-Nya yang menjelaskan tentang pemaafan bagi mereka, lalu dinyatakan-Nya bahwa bagi mereka pahala dari amal baik yang dahulu mereka lakukan sebelum mereka pikun.[2]
Tafsir
Kata at-tin dan az-zaitun dipersilihsihkan maksudnya oleh kaum ulama. Para ahli tafsir yang mengarahkan pandangan kepada makna ayat 2 dan 3 di atas yang menunjuk kepada dua tempat dimana Nabi Musa as dan Nabi Muhammad SAW, menerima wahyu, berpendapat bahwa at-tin dan az-zaitun juga merupakan nama-nama tempat. At-tin adalah tempat (bukit) tertentu di Damaskus, Syria, sementara az-zaitun adalah tempat Nabi Isa as, menerima wahyu. Pendapat lain mengatakan bahwa az-zaitun adalah sebuah gunung di Yarusalem (al-Quds), tempat Nabi Isa as, diselamatkan dari usaha pembunuhan. Jika demikian, maka ayat pertama berkaitan dengan Nabi Isa as, ayat kedua berkaitan dengan Nabi Musa as, dan ayat ketiga berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.
Dapat dikatakan bahwa melalui ayat pertama sampai ayat ketiga Allah SWT. Bersumpah dengan tempat-tempat para nabi menerima tuntunan Ilahi, yakni para nabi yang hingga kini mempunyai pengaruh dan pengikut terbesar dalam masyarakat manusia, yakni pengikut Islam, Kristen, Yahudi dan Budha[3]
Ada juga yang memahami kata at-tin dan az-zaitun sebagai buah-buahan. Buah Tin adalah sejenis buah yang banyak terdapat di Timur Tengah. Bila telah matang, ia berwarna coklat, berbiji seperti tomat, rasanya manis dan dinilai mempunyai kadar gizi yang tinggi serta mudah dicerna. Bahkan secara tradisional ia dugunakan sebagai obat pengahncur batu-batuan pada saluran kencing dan penyembuh ambeien (wasir). Dalam sebuah riwayat yang dinisbahkan kepada Nabi SAW, konon beliau bersabda: “Makanlah buah Tin karena menyembuhkan wasir”.
Zaitun yang disebut empat kali dalam Al-Qur’an, adalah tumbuhan perdu, pohonnya tetap berwarna hijau, banyak tumbuh di daerah laut Tengah. Tumbuhan ini dinamai oleh Al-Qur’an syajarah mubarokah (pohon yang mengandung banyak manfaat).
Mereka yang berpendapat bahwa ayat pertama bermakna tumbuhan atau buat tertentu, cendrung mengaitkan sumpah ini dengan ayat ke-4 yang mengatakan bahwa manusia telah diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Menurut mereka, Allah bersumpah dengan menggunakan nama tumbuhan atau buah yang memiliki banyak manfaat, sebagai syarat bahwa manusia yang diciptakan Allah itu juga memiliki potensi untuk dapat tersebut. Jika ia memanfaatkan potensinya maka tentulah ia akan memberikan banyak manfaat sebagaimana pohon Tin dan Zaitun[4].
Dengan bersumpah menyebut tempat-tempat suci itu, tempat memancarnya cahaya Tuhan yang benderang, ayat-ayat ini seakan-akan menyampaikan pesan bahwa manusia yang diciptakan Allah dalam bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya akan bertahan dalam keadaan seperti itu, selama mereka mengikuti petunjuk-petunjuk yang disampaikan kepada para nabi tersebut di tempat-tempat suci itu.[5]
Setelah Allah bersumpah dengan menyebut empat hal sebagaimana terbaca pada ayat-ayat lalu, ayat-ayat diatas menjelaskan untuk sumpah itu. Di sini Allah berfirman bahwa: “Demi keempat hal di atas, sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Kata Khalaqa/ kami telah menciptakan terdiri atas kata khalaqa dan na yang berfungsi sebagai kata ganti nama. Kata ganti na (kami) yang menjadi kata ganti nama itu menunjuk kepada jamak (banyak), tetapi bias juga digunakan untuk menunjuk satu pelaku saja dengan maksud mengagungkan pelaku tersebut. Dari sini Allah menggunakan kata ganti jamak itu (banyak) yang menunjuk kepada Allah mengisyaratkan adanya keterlibatan selain-Nya dalam perbuatan yang ditunjuk oleh kata yang dirangkaikan oleh kata ganti tersebut. Jadi, kata khalaqa mengisayratkan keterlibatan selain Allah dalam penciptaan manusia. Dalam ini adalah ibu bapak manusia[6]
Kata al-insan/ manusia oleh ayat ini adalah jenis manusia secara umum, mencakup yang mukmin maupun yang kafir. Bahkan Bint asy-Syathi merumuskan bahwa semua kata al-insan dalam al-Qur’an yang berbentuk definit yaitu dengan menggunakan kata al berarti menegaskan jenis manusia secara umum, mencakup siapa saja[7]
Kata taqwim berakar dari kata qawama, yang darinya terbentuk kata qa’imah, istiqamah, aqimu dan sebagainya, yang keseluruhan menggambarkan kesempurnaan sesuatu sesuai dengan objeknya. Kata taqwim disini sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia disbanding binatang, yaitu akal pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Jadi, kalimat ahsan taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. Jika demikian, tidaklah tepat memahami ungkapan sebaik-baiknya bentuk terbatas dalam pengertian fisik semata-mata. Ayat ini dikemukakan dalam konteks penggambaran anugrah Allah kepada manusia, dan tentu tidak mungkin anugrah tersebut terbatas pada bentuk fisik[8]
Dalam ayat 5, kata radadnahu terdiri atas kata radada yang dirangkaikan dengan kata ganti dalam bentuk jamak na serta kata ganti yang berkedudukan sebagai objek hu/-nya. Uraian tentang kata ganti na serupa dengan uraian sebelumnya, yang menggambarkan adanya keterlibatan manusia dalam ”kejatuhannya” ke tempat yang serendah-rendahnya itu. Bahkan tidak keliru jika dikatakan bahwa keterlibatan manusia disini amatlah besar. Radada antara lain berarti mengalihkan, memalingkan dan mengembalikan. Keseluruhan makna tersebut dapat disimpulkan sebagai “perubahan keadaan sesuatu seperti keadaan sebelumnya”. Atas dasar ini, kata tersebut dapat pula di artikan “menjadikannya kembali.”[9]
Ayat ke 6 terdapat kata illa umumnya berarti kecuali. Namun aia juga dapat berarti tetapi. Makna pertama menjadikan yang di kecualikan merupakan bagian dari kelompok yang disebut sebelumnya, sedang kedua (tetapi) menjadikan yang di kecualikan bukan anggota kelompok sebelumnya.
Kata iman biasa diartikan sebagai pembenaran. Sementara ulama mendefinisikan iman dengan “pembenaran hati terhadap seluruh yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW”. Dengan demikian, iman tidak terbatas pada pengakuan akan keesaan Tuhan, tetapi mencakup pembenaran tentang banyak hal. Bahkan tidak sedikit pakar yang menekankan tiga aspek pembenaran yaitu hati, lidah dan perbuatan. Seorang beriman dituntut untuk mengucapkan pembenaran tersebut, tidak hanya disimpan didalam hati, melainkan harus dapat dibuktikan denga perbuatan.[10]
Yang dimaksud dengan Tin dan Zaitun di sini adalah tempat dimana buah Tin dan Zaitun Tumbuh, yaitu Baitul Maqdis, tempat dimana Nabi Isa as di utus oleh Allah. Dan demi Bukit Sinai, yaitu bukit Sinai di mana Allah Ta’ala berbicara langsung dengan Musa as. Dan demi kota ini yang amana, yaitu kota Mekkah, negeri yang akan mengamankan orang yang masuk ke dalamnya. Yaitu tempat dimana Rasulullah saw di utus.[11]
Banyak ahli tafsir cenderung menyatakan bahwa kepentingan kedua buah-buahan itu sendirilah yang menyebabkan keduanya diambil jadi sumpah. Buah Tin adalah buah yang lunak lembut, kemat, hamper berdekatan rasanya dengan buah serikaya yang tumbuh di negeri kita dan banyak sekali tumbuh di Pulau Sumbawa. Zaitun masyhur karena minyaknya.
Tetapi terdapat lagi tafsir yang lain menyatakan bahwa buah Tin dan Zaitun itu banyak sekali tumbuh di Palestina. Di dekat Jerusalem pun ada sebuah bukit yang bemama Bukit Zaitun, karena di sana memang banyak tumbuh pohon zaitun itu. Menurut kepercayaan dari bukit itulah Nabi Isa Almasih mi'raj ke langit.
'Demi gunung Sinai.' (ayat 2). Di ayat ini disebut namanya Thurisinina, disebut juga Thursina, disebut juga Sinai dan disebut juga Thur saja. Kita kenal sekarang dengan sebutan Semenanjung Sinai.
"Demi negeri yang aman (ayat 3). Negeri yang aman ini ialah Makkah, tempat ayat ini diturunkan.[12]
"Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu atas sebaik-baik pendirian." (ayat 4). Ayat inilah permulaan dari apa yang telah Allah mulaikan lebih dahulu dengan sumpah. Yaitu, bahwasanya di antara makhluk Allah di atas permukaan bumi ini, manusialah yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk; bentuk lahir dan bentuk batin. Bentuk tubuh dan bentuk nyawa. Bentuk tubuhnya melebihi keindahan bentuk tubuh hewan yang lain. tentang ukuran dirinya, tentang manis air-mukanya, sehingga dinamai basyar, artinya wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda dengan binatang yang lain. Dan manusia diberi pula akal, bukan semata-mata nafasnya yang turun naik. Maka dengan perseimbangan sebaik-baik tubuh dan pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup di permukaan bumi ini menjadi pengatur. Kemudian itu Tuhan pun mengutus pula Rasul-rasul membawakan petunjuk bagaimana caranya menjalani hidup ini supaya selamat.
"Kemudian itu, Kami jatuhkan dia kepada serendah-rendah yang rendah." (ayat 5). Demikianlah Allah mentakdirkan kejadian manusia itu. Sesudah lahir ke dunia, dengan beransur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan, dan akal pun berkembang, sampai dewasa, sampai di puncak kemegahan umur. Kemudian itu beransur menurun badan tadi, beransurlah tua. Beransur badan lemah dan fikiran mulai pula lemah, tenaga mulai berkurang, sehingga mulai rontok gigi, rambut hitam berganti dengan uban, kulit yang tegang menjadi kendor, telinga pun beransur kurang pendengarannya, dan mulailah pelupa. Dan kalau umur itu masih panjang juga mulailah padam kekuatan akal itu sama sekali, sehingga kembali seperti kanak-kanak, sudah minta belas kasihan anak dan cucu. Malahan ada yang sampai pikun tidak tahu apa-apa lagi. Inilah yang dinamai "Ardzalil-`umur"; tua nyanyuk. Sehingga tersebut di dalam salah satu doa yang diajarkan Nabi s.a.w. agar kita memohon juga kepada .Tuhan jangan sampai dikembalikan kepada umur sangat tua (Al-harami) dan pikun itu
"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih." (ayat 6). Menurut tafsir dari Ibnu Jarir: "Beriman dan beramal shalih di waktu badan masih muda dan sihat." "Maka untuk mereka adalah ganjaran yang tiada putus-putus."[13]
Interpretasi Penulis
Manusia merupakan makhluk yang sangat sempurna baik dari segi penciptaan maupun dari segi fisik. Sehingga Allah swt pun bersumpah dengan tempat-tempat yang memiliki history yang agung dikalangan umat Islam dan umat manusia. Hal ini menandakan bahwa manusia memiliki posisi yang sangat baik untuk menjadi manusia yang baik. Karena diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya serta di bekali akal untuk berfikir tentang hakikat dirinya.
Allah mengisyaratkan bahwa kita bisa saja diturunkan derajat kita dengan serendah-rendahnya (neraka). Apabila kita tidak memanfaatkan potensi kita untuk hidup sesuai dengan tuntunan Allah swt yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Kalau hal itu dapat dilakukan oleh manusia maka manusia berada pada derajat yang tinggi. Dengan memanfaatkan semua potensi yang ada untuk selalu mengabdi kepada Allah swt, derajat kita sebagai manusia bisa melebihi malaikat yang tidak pernah maksiat sekalipun. Jadi, manusia di bekali dua potensi oleh Allah swt yaitu potensi baik dan potensi jahat
Surat QS. Al-Hijr: 29
Arti Ayat Al-Qura’an :
“ Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. Al-Hijr: 29)
Tafsir
Kata sawwaitahu terambil dari kata sawwa, yakni menjadikan sesuatu sedemikian rupa sehingga setiap bagiannya dapat berfungsi sebagimana yang direncanakan.[14]
Kata nafakhtu/ Aku meniupkan terambil dari kata nafakha yang hakikatnya adalah mengeluarkan angina melalui mulut. Yang dimaksud disini adalah memberi fotensi ruhaniah kepada mahluk manusia yang menjadikannya dapat mengenal Allah swt. Dan mendekatkan diri kepada-Nya. Bahwa “peniupan” itu dinyatakan sebagai dilakukan oleh Allah swt, adalah sebagai isyarak penghormatan kepada manusia.[15]
Allah Ta’ala menceritakan rencana penciptaan Adam kepada para Malaikat-Nya, sebelum Dia menciptakan dan memuliakan Adam dengan memerintahkan Malaikat bersujud kepadanya. Allah pun menceritakan pembangkangan Iblis, yang menjadi musuh Adam untuk bersujud kepada Adam.Iblis termasuk ke dalam kalangan malaikat. Iblis membangkang karena dengki, ingkar, kufur dan bangga diri dengan kebatilan.[16]
Ayat menunjukan kepada kemulian Adam. As kebaikan unsurnya dan kesucian asalnya. Kewajiban kita adalah mempercayai bahwa jin di ciptakan dari api, tetapi kita tidak mengetahui hakikat hal itu. Yang demikian itu hanya dapat diketahui melalui wahyu.[17]
Perintah untuk bersujud adalah perintah tklify, dan telah terjadi dialog anatra Iblis dengan Tuhannya. Banyak ulama melihat bahwa kisah ini menjelaskan garizah manusia, malaikat dan setan. Allah menjadikan para malaikat yang mereka itu mengatur urusan bumi dengan izin Tuhannya tunduk kepada Adam dan anak cucunya. Kemudian jenis manusia dijadikan mempunyai kesiapan untuk memanfaatkan bumi secara keseluruhannya dengan mengetahui dan mengamalkan Sunnah-sunnah Allah di dalamnya.[18]
Interpretasi Penulis
Dalam ayat ini Allah swt memberikan perintah yang sangat jelas tentang fungsi manusia, bahwa manusia sebagai hamba Allah yang memiliki derajat yang sangat tinggi.  Bahkan Allah memerintahkan jin, malaikat dan iblis untuk bersujud kepada manusia sebagai bentuk penghormatan kepada manusia.
Sujudnya para malaikat bukan sebagai bentuk ibadah tetapi penghormatan terhadap manusi yang telah diberikan kelebihan oleh Allah berupa pengetahuan yang tidak dimiliki oleh mahluk lain. Namun, manusia seperti apa yang patutu diberikan penghormatan oleh jin dan para malaikat kecuali iblis. Tentunya manusia yang memiliki kelebihan dalah hal ibadah dan ketaatan kepada sang pencipta. Jikalau kedua hal tersebut tidak terpenuhi maka kita tidak pantas untuk di beri penghormatan oleh para malaikat.
Surat QS. Al-Mu’minuun : 12-16
Arti Ayat Al-Qura’an :
”Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat” (QS. Al-Mu’minuun: 12-16)
Asbabun Nuzul
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Said ibnu Jubair yang menceritakan, bahwa tersebutlah orang-orang Quraisy selalu bagadang di sekitar Kakbah, tetapi mereka tidak melakukan tawaf ke sekelilingnya, dan mereka hanya membangga-banggakannya saja. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dengan membanggakan diri terhadap Alquran itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kalian bercakap-cakap di malam hari."[19]
Tafsir
Karena tanah pernah menjadi sumber kehidupan. Sebagaimana kami kuasa memulai dengan menciptakan orang tua kamu, Adam, dari tanah yang ketika itu belum menjadi sumber kehidupan, maka kini Kami mampu menghidupkan kamu semua kembali setelah kamu menjadi tanah yang sudah pernah hidup.[20]
Kata sulalah terambil dari kata salla yang antara lain berarti mengambil, mencabut. Patron kata ini mengandung makna sedikit, sehingga kata sulalah berarti mengambil sedikit tanah dan yang di ambil itu saripatinya.
Kata nuthfah dalam bahasa Arab bererti setetes yang dapat membasahi. Ada juga yang memahami kata itu dalam arti hasil pertemuan sperma dan ovum. Penggunaan kata ini menyangkut proses kejadian manusia sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, sedang yang berhasil bertemu dengan indung telur wanita hanya satu saja.
Kata ‘alaqah terambil dari kata ‘alaq. Kata tersebut dipahami segumpal darah, tetapi setelah kemajuan ilmu pengetahuan serta maraknya penelitian, para embriolog enggan menafsirkannya dalam arti tersebut. Mereka lebih cendrung memahaminya dalam arti sesuatu yang bergantung atau berdempet di dinding rahim.
Kata mudhghah terambil dari kata mudhagha yang berati menguyah. Mudhghah adalah sesuatu yang kadarnya kecil sehingga dapat dikunyah.
Kata kasauna  terambil dari kata kasa yang berati membungkus. Daging diibaratkan pakaian yang membungkus tulang. Sayyid Quthub menulis bahwa disini seseorang berdiri tercengang dan kagum apa yang di ungkapkan al-Qur’an menyangkut hakikat pembentukan janin yang tidak diketahui secara teliti kecuali baru-baru ini setelah kemajuan yang dicapai oleh Embriolog.
Kata ansya’a mengandung makna mewujudkan sesuatu serta memelihara dan mendidiknya. Penggunaan kata tersebut dalam menjelaskan proses terakhir dari kejadian manusia menginsyaratkan bahwa proses berakhirnya itu benar-benar berbeda sepenuhnya dengan sifat, ciri dan keadaannya dengan apa yang ditemukan dalam proses sebelumnya.[21]
Kata tabaraka terambil dari kata barakah yang bermakna “sesuatu yang mantap”. Ia juga berarti “kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta berkesinambung”. Kolam dinamai birkah, karena air yang di tampung dalam kolam itu menerap mantap di dalamnya tidak tercecer kemana-mana.
Kata al-khaliqin adalah bentuk jamak dari kata khaliq. Bentuk jamak tersebut mengisyaratkan bahwa khaliq selain Allah, tetapi Allah adalah yang terbaik.[22]  
            Sekelompok mufasir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan manusia di sini ialah Adam. Mereka mengatakan bahwa air mani lahir dari yang terjadi dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun yang bersifat nabati. Makanan yang bersifat hewani akan berakhir pada makanan yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbahan lahir dari saripati tanah dan air. Jadi, pada hakekatnya manusia lahir dari saripati tanah, kemudian saripati itu mengalami perkembangan kejadian hingga menjadi air mani.[23]
            Kami jadikan dia mahluk lain yang berbeda sama sekali dengan kejadiannya yang pertama, karena kami meniupkan ruh padanya dan menjadikannya hewan setelah sebelumnya menyerupai benda mati yang bisa bicara, mendengar dan melihat, serta kami titipkan padanya sekian banyak keanehan, baik lahir maupun batin.[24]
            Inna khalaqnakum min turabin, kadang menunjuk kepada penciptaan Adam saja, dan kadang berarti bahwa air mani pada setiap laki-laki dan wanita adalah hasil dari proses makanan yang dimakan oleh manusia atau tubuh. Sumber makanan ini berasal dari tanah. Nutfah adalah air mani laki-laki dan sel telur wanita. Apabila terjadi perkawinan antara air mani dan telur itu serta telur mulai berbagi, maka mulailah perkembangan darah beku, yaitu sel-sel hidup yang kepadanya terlur berbagi setelah perkawinannya. Dinamakannya perkembangan ini dengan ‘alaqah (darah beku) karena keserupaan yang besar antara darah dengan lintah air.
            Masa perkembangan darah beku dalam kehidupan janin mencapai empat minggu, kemudian berkembang menjadi mughah (sepotong daging) karena serupa benar dengan daging yang bisa di makan dan masa perkembangannya mencapai tiga minggu sampai sepuluh minggu. Sesudah itu, mulai tampak sel-sel tulang, lalu daging, yakni otot-otot yang membungkus tulang.[25]
Interpretasi Penulis
Manusia diciptakan oleh Allah swt melalui dengan proses yang sangat panjang dan sistematis serta teliti. Allah memebrikan pelajaran kepada kita bahwa dalam setiap penciptaan harus ada proses. Bukan berarti Allah tidak bisa melakukannya langsung, tapi ini merupakan sebuah hikmah yang sangat mendalam yang patut kita renungkan bersama.
Dengan penciptaan manusia melalui beberapa tahapan yang di jelaskan oleh Al-Qur’an tentunya kita menyadari bahwa dengan tahapan-tahapan ini seseorang akan menjadi orang yang lebih berguna. Tidak ada segala sesuatu yang didapat dengan instant, begitupun untuk mendapatkan ilmu harus adanya melalui proses yang dinamakan pendidikan.
Manusia yang lahir kedunia ini tidak memiliki kemampuan apapun bahkan kalau kita kaji lebih jauh, manusia merupakan mahluk yang paling lemah diantara mahluk yang lainnya. Tanpa adanya bantuan orang lain manusia tidak mungkin akan hidup lama. Kita dapat melihat diri kita sendiri, ketika lahir tidak ada bayi yang sudah bisa berbicara ataupun bisa berjalan, tapi itu memalui proses yang sangat penjang dan akhirnya bisa seperti manusia dewasa.
Begitupun dengan proses pendidikan dalam Islam perlu adanya proses yang harus dilalui untuk mencapai tujuan bisa atau mampu. Seorang Ibnu Hajar seorang ulama besarpun pernah hampir putus asa ketika mencari ilmu karena merasa belum berhasil. Walaupun sudah bekerja keras dan dengan waktu yang sangat lama sehingga dia sampai pulang ke rumahnya karena sudah merasa gagal. Namun dalam perjalanan beliau melihat air yang menetes keatas batu dan batu tersebut menjadi membekas. Akhirnya di termenung dan berfikir dan mengurungkan niatnya untuk pulang dan pada akhirnya bisa menjadi ulama besar.
Proses penciptaan manusia dapat kita lihat dari bagan berikut ini :
            Saripati TanahàAir Mani dan OvumàNuthfahà’Alaqahà MudhghamahàTulang Belulang yang di bungkus dagingàRuh.
                        Proses perkembangan ini dapat dijadikan bahan renungan oleh kita semua. Sebelum ilmu pengetahuan berkembangan seperti sekarang al-Qur’an telah berbicara proses yang sekarang disebut dengan Embriologi dengan sangat sistematis dan ilmiah. Bahkan para ahli barat pun terperangah dengan apa yang disebutkan di dalam al-Qur’an ini sehingga banyak yang beriman karenanya.
                        Setelah menyadari bahwa al-Qur’an merupakan wahyu dari sang maha pencipta maka mulai beramai-ramai para sarjana barat mengkaji al-Qur’an ini. Memang tidak ada satu ayat pun di dalam al-Qur’an yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Sehingga al-Qur’an selalu sesuai dengan konteks manapun dan selalu sesuai dengan jaman dimana manusia hadir.
Kesimpulan
Dalam proses penciptaan manusia Allah memberikan gambaran kepada kita bahwa untuk mencapai setiap tujuan ada tahapan yang harus dilalui. Manusia yang merupakan mahluk yang sangat sempurna baik dari segi fisik maupun dari segi proses penciptaannya, kesempurnaan ini akan hilang manakala manusia tidak bisa menunaikan tugasnya sebagai hamba. Manusia di beri kemampuan untuk membedakan mana yana baik dan mana yang buruk yang disebut akal.
Dengan akal inilah manusia patut diberikan penghormatan oleh mahluk lain bahkan malaikat sekalipun tentunya dengan menunaikan tugas-tugasnya yang mengabdi kepada Allah swt. Yang di wujudkan dengan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya dan melaksanakan apa-apa yang menjadi perintah-Nya. Jadi, dengan melakukan tugasnya dengan baik maka manusia sebagi mahluk yang paling sempurna yang diciptakan Allah patut mendapat penghormatan dari mahluk lain. Kucinya hanya satu yaitu dengan memiliki ilmu dan untuk mendapatkan ilmu yaitu dengan pendidikan.
Daftar Pustaka
Al-maraghi, Ahmad Mustafa.1989: Tafsir Al-Maraghi. Semarang. Toha Putra
Ar-rifa’i, Muhammad Nashib.2000: Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta. Gema Insani
Hamka. Prof. Dr. 2000: Tafsir Al-Azhar. Jakarta. Pustaka Panji Mas
Shihab, M. Quraish. 2002: Tafsir Al-Misbah. Jakarta. Lentera Hati



BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites