Ketentuan Hisab

Perbuatan yang kita lakukan haruslah dilandasi oleh Tauhid yang kuat dan benar. Kita harus ingat bahwa semua perbuatan yang kita kerjakan akan kembali kepada kita sendiri, baik dan buruknya perbuatan kita itu akan mencerminkan balasan yang akan di terima kita. Maka berbuat baik menjadi sebuah keniscayaan kita sebagai umat manusia bukan hanya sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya akan tetapi sebagai wujud manipestasi akidah kita.
Landasan yang kuat akan dapat menghasilkan yang baik dan tepat. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan yang lainnya, tidak akan lepas dari tatanan aturan kehidupan. Semua tatanan kehidupan yang kita kerjakan harus didasarkan pada sebuah keyakinan yang diyakini kebenrannya.
Manusia selalu mengharapkan yang baik dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri harus disandarkan pada sebuah keyakinan yang kokoh yang di sebut dengan akidah dan di topang oleh prilaku (ahlaq) yang mulia. Karena semua perbuatan yang kita lakukan akan di perhitungkan oleh Allah Dzat yang maha adil. Tidak akan ada yang terlewatkan sedikitpun.
Hisab Atau Ketentuan Tentang Hisab
Ketentuan Hisab
Manusia akan mengalami dua kali hidup dan dua kali mati. Mati yang pertama adalah sebelum kita hidup di dunia ini. Sedangkan kematian kedua adalah setelah kita hidup di dunia ini. Hidup yang pertama adalah kehidupan kita di dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah setelah kematian kita dari kehidupan dunia ini. Kehidupan yang pertama adalah masa untuk menanam amal shaleh. Kehidupan kedua adalah untuk menerima balasan dari kehidupan pertama.
Sekarang adalah masa menanam amal shaleh untuk mati nanti. Orang kafir, menganggap hari ini adalah masa menanam. Nasib hari akhir nanti tergantung kepada tanaman hari ini. Orang yang tidak meyakini hari akhir tidak akan beramal, maka ia tidak berbuat apa-apa. Maka nanti di akhirat orang kafir terbelalak karena tidak mempunyai amal apa-apa. Maka tempat kembalinya adalah ke nereaka. Surga dan nereka adalah tempat kehidupan manusia yang kedua.
Ada beberapa kriteria manusia dalam memasuki neraka dan surga. Ada orang yang sudah dijamin surga dan mereka sudah diumumkan di dunia ini. Orang-orang ini diantaranya adalah sepuluh sahabat yang dijamin masuk sorga oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah Abu Bakar radhiya alläh ‘anh, Umar bin Khatab radhiya alläh ‘anh, Utsman bin Affan radhiya alläh ‘anh, Ali bin Abi Thalib radhiya alläh ‘anh, Thalhah radhiya alläh ‘anh, Zubair bin ‘Awwan radhiya alläh ‘anh, Sa’ad bin Malik radhiya alläh ‘anh, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiya alläh ‘anh, dan Sa’id bin Zaid radhiya alläh ‘anh.
Manakala ada yang sudah di jamin untuk masuk surga, di sisi lain ada yang sudah pasti masuk neraka. Diantaranya adalah Abu Lahab. Al-Qur`an menyatakan: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)
Ada pula yang masuk surga namun harus dibersihkan terlebih dahulu dari dosa-dosanya. Ini adalah orang yang memiliki keimanan, namun ia banyak melakukan dosa. Manakalah dosa-dosanya telah dibersihkan dengan siksaan, maka ia akan memasuki surga.
Ada yang menanam amal shaleh, namun ia juga menanam perbuatan zhalim, seperti akan dijelaskan di depan. Di samping itu ada pula yang menanam, namun ia pun berbuat syirik. Maka hancurlah amal kebaikannya. “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar: 65)
Hadist Tentang Hisab
“’Aisiyah r.a. Istri Nabi saw. Biasa jika mendengar sesuatu dan belum mengerti, selalu menanyakan hingga mengetahui benar, dan ketika Nabi saw. Bersabda: siapa yang dihisab pasti disiksa, ‘Aisiyah bertanya : Tidakkah Allah berfirman : fasaufa yuhasibu hisaban yasiero. (Maka akan di hisab, hisab yang ringan)? Jawab Nabi saw: itu hanya di hidangkan, diperhatikan, tetapi siapa yang di teliti hisabnya pasti disiksa binasa ;1827 (H.R. Bukhori, Muslim)
Hadist di atas menerangkan bagaimana setiap orang pasti akan mendapatkan perhitungan amal perbuatannya selam hidup di dunia ini. Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah sang maha Adil. Oleh karena itu, setiap yang kita kerjakan harus sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini lah yang mendasari bahwa setiap manusia akan di hisab atau dihitung semua alam perbuatannya.
Al-Qur’an memberikan penegasan yang sangat jelas mengenai catatan dan timbangan amal ini. Artinya : ”Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS. Al-Anbiya: 47)
Timbangan Allah pada hari kiamat adalah adil. Tidak akan ada yang dizhalimi. Seluruh kebaikan dan keburukan akan diperlihatkan. Ayat ini harus menyadarkan kita bahwa perbuatan apa pun akan diperlihatkan Allah pada hari kiamat. Kita pun harus ingat bahwa setiap hari kita diingatkan dalam shalat dengan kalimat maaliki yaumiddin (Yang menguasai di hari Pembalasan).
Selanjutnya Allah juga berfirman :
Artinya : ”Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[883] (memenuhi) perjanjian. Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun”. (QS. Al-Kahfi: 48-49)
Dalam ayat ini diperinci bahwa kita dihisab dengan datang berkelompok. Dalam ayat lain disebutkan bahwa datangnya kita kepada Allah adalah dengan furada (sendiri-sendiri). Ini tidak bertentangan. Memang bahwa kita akan berbaris, akan tetapi manakala menghadap kepada Allah adalah dengan sendiri-sendiri.
Pada hari itu, orang yang durhaka akan takut dan gemetar. Semua amalnya tercatat dengan rapi. Mereka mendapatinya dengan nyata di hadapan mata. Allah pun tidak akan menzhalimi mereka. Katakanlah hari ini kita sedang main film; kita dishooting. Maka nanti rekaman kita akan diputar. Tentu tidak akan ada yang terlewat.
Hadist Selanjutnya yang artinya : ”Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah saw. Bersabda: jika Allah menurunkan siksa (bala’) pada suatu kaum, maka semua penghuni tempat itu terkena siksa itu, tetapi kemudian jika di bangkitkan kelak, maka menurut amal perbuatannya” (H.R. Bukhori, Muslim).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana semua orang akan di panggil oleh Allah dengan diberikan dengan buku catatan amal perbuatannya.
Artinya : ”(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”. (QS. Al-Isra: 71-72)
Kita akan dipanggil bersama dengan imamnya. Ada yang memahami bahwa nanti bagi yang bermazhab akan diminta pertanggung jawab dengan imamnya. Maka mereka akan ditanggung jawab oleh imam tersebut. Padahal, imam di sini adalah catatan amal shaleh, bukan pemimpin.
Imam itu bisa berarti pimpinan dan juga berari catatan amal. Seperti dalam surat Yaasin dikatakana: “Wa naktubu ma qaddamu wa atsarhum wa kulla sya`in ahsainahu fi imam mubin” (Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata). Ini jelas berarti catatan amal. Begitupula dalam surat al-Isra di atas adalaha catatan amal, bukan berarti pemimpin. Dalam ayat ini kalimat Imam berarti catatan amal diperkuat dengan kalimat “faman utiya kitabahu bi yaminihiI” (Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya).
Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah Swt, salah satu bentuk kesempurnaannya adalah manusia diberi akal. Ini yang menjadi pembeda antra manusia dengan yang lainnya dan merupakn modal yang sangat berharga bagi manusia. Maka manusia harus memanfaatkan betul apa yang telah menjadi kelebihannya itu, sehingga derajat manusi menjadi tinggi.
Semua amal perbuatan manusia akan di mintai pertanggung jawaban oleh sang maha pencipta. Ini sudah menjadi sebuah konsekwensi logis dari seorang hamba yang telah berani menerima amanat dari Allah swt sebagai khalifah, yang di berikan tanggung jawab lebih dari mahluk lainnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh manusia sekecil apapun tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan catatan kedua malaikatnya. Maka dari itu kita harus selalu menjaga agar segala amal perbuatan kita selalu di jalan yang di kehendaki oleh Allah.
Daftar Pustaka
Abdillah, Muhammad. 2003. Shahih Bukhori. Semarang. Thoha Pres
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1979. Al-Lu’lu ; Warmarjan. Surabaya. PT Bima Pres
Ash Shiddieqy, Hasby. 1974. Sejarang dan Pen
Sumber : www.bungsucikal.com

BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites