Kecerdasan Spiritual

Bertahun-tahun orang mengagumi orang yang berIQ tinggi. Bahkan mungkin berabad-abad akan tetapi setelah sekian lama hal itu menjadi jastifikasi kesuksesan seseorang. Namun perlahan tapi pasti ternyata tidak setiap orang yang berIQ (Intellegence Quotients) tinggi dapat meraih kesuksesan. Dan tidak jarang orang yang di vonis IQ rendah ternyata dapat sukses. Maka semakin jelaslah bahwa IQ itu bukanlah sesuatu hal yang sangat mentukan kesuksesan seseorang dalam kahidupan ini.
Dari fenomena tersebut maka para ahli melakukan penelitian yang bertujuan untuk menemukan bentuk yang lebih tepat dalam menembus kesuksesan. Dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, yang sampai pada akhirnya di temukanlah konsep kecerdasan spiritual. Yang mengukur kesuksesan dari hal-hal diluar nalar manusia. Artinya ada yang berperan besar selain IQ dan EQ tadi di hal ini tidak dapat dipisahkan begitu saja.
Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan didefinisikan bermacam-macam. Para ahli, termasuk para psikolog, tidak sepakat apa itu kecerdasan (Agus Efendi.2005:79). Karena mendifinisikan kecerdasan itu menyangkut sesuatu yang bersifat abstrak. Tidak bisa dilihat dengan mata kita sendiri, dan hal ini bersifat abstrak sehingga kecerdasan itu memiliki berbagai macam indicator. Setiap ahli memiliki definisi masing-masing. Perkataan intelegensi berasal dari kata latin “intelegere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (Abu Ahmadi.1992:87). Sedangkan dalam bukunya Abu Ahmadi disebutkan bahwa yang dimaksud Intelegensi ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir manurut tujuannya (Stern, Kamus Paedagogik.1953).
Namun disini kita akan mendefinisikan tentang kecerdasan spiritual Danah Zohar dan Ian Marshal dalam bukunya ESQ karya Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau velue, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Ary Ginanjar Agustian.2001:57).
Jadi dari semua pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi persoalan yang dihadapi.
Sejarah Lahir
Sebelum kita membahas lebih jauh apa itu kecerdasan alangkah baiknya kita mengetahui sejarah kecerdasan SQ (Spiritual Quotients). Sejak awal seluruh aliran psikologi Barat, sebagaimana ditetapkan oleh Freud, bersandar pada dua proses psikologis: proses primer, yang disebut dengan EQ (berdasarkan “jaringan saraf asosiasitif di otak”), dan proses sekunder yang disebut IQ (berdasarkan “jaringan saraf serial di otak”). Perbedaaan penting antara EQ dan IQ tersebut terletak pada daya ubahnya (Agus Efendi:2005). Selama bertahun-tahun orang percaya bahwa kedua hal tersebutlah yang mempengaruhi segala sesuatu pada diri seseorang. Sehingga orang dapat sukses atau gagal tergantung pada dua kecerdasan tersebut.
Macam-macam Kecerdasan
Kecerdasan merupakan hal yang membedakan manusia yang satu dengan yang linnya. Adapun macam-macamnya adalah:
Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan ini sering kita kenal dengan IQ (Intelektual Intelegensi) yaitu kemampuan sesorang dalam hal menyelesaikan masalah-masalah eksakta. Dahulu banyak anggapan bahwa IQ yang tinggi akan memudahkan orang untuk mencapai sukses atau dengan kata lain bahwa orang yang ber IQ tinggilah yang akan sukses sedangkan yang rendah tidak akan menjadi apa-apa.
Kecerdasan Emosional
Setelah kecerdasan Intelektual dianggap gagal, maka munculah istilah baru yaitu kecerdasan emosional atau lebih dikenal dengan istilah EQ (Emotional Intelegensi) yaitu suatu kecerdasan yang mampu mengendalikan emosinya siapa yang dapat mengendalikan emosi maka dia akan meraih sukses.
Kecerdasan Spiritual
Namun semua kecerdasan diatas masih tetap dirasa masih ada yang kurang, ada factor lain yang tidak kalah penting dalam kehidupan kehidupan ini yaitu kecerdasan spiritual atau SQ (Spiritual Intelegensi).
Tokoh-tokoh SQ
Tokoh yang banyak berjasa dalam pengembangan SQ ini adalah sebagai berikut diantaranya :
a.       Wilhem Diltey. Seorang guru besar Filsafat di Berlin adalah pendiri Psikologo Kerohanian (Kartini Kartono.1996:169).
b.      Eduard Spanger, seorang guru besar di Berlin (Kartini Kartono.1996:169).
c.       Danah Zohar, menurut fisikawan SQ adalah suatu kemampuan yang sama adanya dengan umat manusia (Agus Efendi.2005:206).
d.      Ian Marsal, pendapat Ian Marsal hampir sama dengan pendapat istrinya yaitu Danah Zohar dari Oxpord University. Itulah sekelumit tokoh-tokoh dari dunai kecerdasan spiritual (Ary Ginanjar Agustian.2001:XXXIX).
Bukti Ilmiah SQ
Belakangan ini bagaikan satu fenomena apabila sudah ramai yang bercerita tentang kekuatan spiritual. Bagi saya ini adalah satu perubahan dan pendekatan yang amat baik. Kekuatan mental dan spiritual benar-benar mempengaruhi kehidupan kita.Kekuatan fizikal yang kita miliki adalah lahir dari kekuatan mental dan spiritual. Kita tidak akan dapat melaksanakan sesuatu tugas dengan baik sekiranya fikiran dan jiwa tidak digabung dan dimantapkan, kerana itu apabila kita disuruh melakukan sesuatu tugas atau kerja, kita perlu melakukan dengan sepenuh jiwa dan raga. Kata-kata inilah yang membuktikan kepentingan kekuatan spiritual dalam kehidupan kita sebagai manusia.
Kekuatan spiritual memberi kesan dan pengaruh yang kuat terhadap diri kita. Dengan adanya kekuatan spiritual, ia menjadikan diri kita mampu melihat segala potensi yang dianugerahkan kepada diri kita. Kekuatan spiritual juga dapat menghadirkan rasa tenang,damai dan ikhlas, dan seterusnya mendorong kita melakukan kebaikan. Jadi binalah kunci kebahagian dengan meningkatkan kekuatan spiritual di dalam diri kita, lakukan segalanya dengan ikhlas, tanpa mengharapkan apa-apa imbuhan atau pujian.
Pembicaraan mengenai SQ atau kecerdasan spiritual tidak lepas dari konsep filosofis yang menjadi latar belakangnya. Konsep mengenai SQ itu sendiri sebenarnya sudah lama diperbincangkan, hanya saja dengan kemasan yang berbeda. Dalam ilmu psikologi dikenal tiga aliran besar yang menjadi inspirasi bagi banyak aliran yang berkembang pada saat kemudian. Aliran tersebut adalah behaviorisme, psikoanalisis dan humanistis. Kecerdasan spiritual banyak mengembangkan konsep-konsepnya dari aliran humanistis. Aliran humanistis ini kemudian mengembangkan sayapnya secara spesifik membentuk psikologi transpersonal, dengan landasan "pengalaman keagamaan" sebagai peak experience, plateau dan fartherst of human nature. Menurut Maslow (Rakhmat dalam Zohar dan Marshall, 2000) psikologi belum sempurna sebelum difokuskan kembali dalam pandangan spiritual dan transpersonal.
Penelusuran pemahaman kecerdasan spiritual (SQ) saat sekarang nampaknya cukup relevan, mengingat banyaknya persoalan-persoalan sosial yang semakin membebani hidup seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Frankl (Koeswara, 1992) bahwa sebagian besar masyarakat sekarang mengidap neurosis kolektif. Ciri dari gejala tersebut adalah:
Sikap masa bodoh terhadap hidup, yaitu suatu sikap yang menunjukkan pesimisme dalam menghadapi masa depan hidupnya.  Sikap fatalistik terhadap hidup, menganggap bahwa masa depan sebagai sesuatu yang mustahil dan membuat rencana bagi masa depan adalah kesia-siaan.
Pemikiran konformis dan kolektivis. Yaitu cenderung melebur dalam masa dan melakukan aktivitas atas nama kelompok.
Fanatisme, yaitu mengingkari kelebihan yang dimiliki oleh kelompok atau orang lain.
Dengan ciri-ciri tersebut manusia berjalan menuju penyalah artian dan penyalah tafsiran tentang dirinya sendiri sebagai sesuatu yang "tidak lain" (nothing but) dari refleks-refleks atau kumpulan dorongan (biologisme), dari mekanisme-mekanisme psikis (psikologisme) dan produk lingkungan ekonomis (sosiologisme). Dengan ketiga konteks tersebut maka manusia "tidak lain" dalah mesin. Kondisi tersebut merupakan penderitaan spiritual bagi manusia.
Mengenalkan SQ
Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.
SQ adalah fasilitas yang berkembang selama jutaan tahun yang memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan. Utamanya persoalan yang menyangkut masalah eksistensial, yaitu saat seseorang secara pribadi terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan. Dengan dimilikinya SQ seseorang mampu mengatasi masalah hidupnya dan berdamai dengan masalah tersebut. SQ memberi sesuatu rasa yang "dalam" pada diri seseorang menyangkut perjuangan hidup.
Perbedaan Otak IQ, EQ dan SQ
Penelusuran kecerdasan spiritual tampaknya merupakan jawaban akan keterbatasan kemampuan intelektual (IQ) dan emosional (EQ) dalam menyelesaikan kasus-kasus yang didasarkan atas krisis makna hidup. Otak IQ dasar kerjanya adalah berfikir seri, linear, logis dan tidak melibatkan perasaan. Keunggulan dari berfikir seri ini adalah akurat, tepat dan dapat dipercaya. Kelemahannya adalah ia hanya bekerja dalam batas-batas yang ditentukan, dan menjadi tidak berguna jika seseorang ingin menggali wawasan baru atau berurusan dengan hal-hal yang terduga.
Otak EQ cara kerjanya berfikir asosiatif. Jenis pemikiran ini membantu seseorang menciptakan asosiasi antarhal, misalnya antara lapar dan nasi, antara rumah dan kenyamanan, antara ibu dan cinta, dll. Pada intinya pemikiran ini mencoba membuat asosiasi antara satu emosi dan yang lain, emosi dan gejala tubuh, emosi dan lingkungan sekitar. Kelebihan cara berfikir asosiatif adalah bahwa ia dapat berinteraksi dengan pengalaman dan dapat terus berkembang melalui pengalaman atau eksperimen. Ia dapat mempelajari cara-cara baru melalui pengalaman yang belum pernah dilakukan sebelumnya, merupakan jenis pemikiran yang dapat mengenali nuansa ambiguitas. Kelemahan dari otak EQ adalah variasinya sangat individual dan tidak ada dua orang yang memiliki kehidupan emosional yang sama. Hal ini tampak dari pernyataan "saya dapat mengenali emosi anda, saya dapat berempati terhadapnya, tetapi saya tidak dapat memiliki emosi anda".
Otak SQ cara kerjanya berfikir unitif. Yaitu kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur yang terlibat. Kemampuan untuk menangkap suatu situasi dan melakukan reaksi terhadapnya, menciptakan pola dan aturan baru. Kemampuan ini merupakan ciri utama kesadaran, yaitu kemampuan untuk mengalami dan menggunakan pengalaman tentang makna dan nilai yang lebih tinggi.  Tanda dari SQ yang berkembang dengan baik
a.    Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
b.    Tingkat kesadaran diri yang tinggi
c.    Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
d.   Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
e.    Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
f.     Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu
g.    Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (holistik)
h.   Kecenderungan nyata untuk bertanya "mengapa?" atau "bagaimana jika" untuk mencari jawaban-jawaban mendasar
SQ yang berkembang dengan baik dapat menjadikan seseorang memiliki "makna" dalam hidupnya. Dengan "makna" hidup ini seseorang akan memiliki kualitas "menjadi", yaitu suatu modus eksistensi yang dapat membuat seseorang merasa gembira, menggunakan kemampuannya secara produktif dan dapat menyatu dengan dunia. Ungkapan syair yang dikemukakan oleh Gothe ini mampu mewakili karakteristik seseorang yang memiliki SQ
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu. 1992. Psikologi Umum. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Alfabeta. Bandung
Ginanjar ,Ary Agustian. 2001. ESQ. Arga. Jakarta
Goleman, Daniel. 2001. Kecerdasan Emosi. PT. Gramedia. Jakarta
Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Mandar Maju. Jakarta.

BERITAHU TEMAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites