Sejarah Berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan bagian dari AMM (Angkatan Muda
Muhammadiyah) yang merupakan organisasi otonom dibawah Muhammadiyah.
Sesungguhnya ada dua faktor integral yang melandasi kalahiran, yaitu faktor
intem dan fakor ekstem. Faktor Intem Dimaksudkan yaitu faktor yang terdapat
didalam Diri Muhammadiyah itu sendiri, sedangkan fakor ekstern adalah faktor
yang berawal dari luar Muhammadiyah, khususnya umat Islami Indonesia dan pada
umumnya adalah seluruh umat dunia.
Faktor intern, sebenarnya lebih dominan dalam bentuk
motivasi idealismse, yaitu motif untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah,
yaitu faham dan cita cita Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah pada hakekatnya
adalah sebuah wadah oraganisasi yang punya cita-cita atau tujuan yakni menegakkan
dan menjunjung tinggi agama islam , sehingga terwujud masyarakat Utama, adil
dan makmur yang diridloi oleh Allah SWT. Hal ini termaktub dalam AD
Muhammadiyah Bab II pasal 3. dan dalam merefleksikan cita-citanya ini,
Muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan masyarakat bawah (jelata)
atau masyarakat heterogen. Ada masyarakat petani, pedagang, peternakan dan
masyarakat padat karya dan ada masyarakat administratif dan lain sebagainya
yang juga termasuk didalamnya masyarakat kampus atau intelektual yaitu
Masyarakat Mahasiswa.
Persinggungan Muhammadiyah dalam maksud dan tuiuannya,
terutama terhadap masyarakat mahasiswa, secara teknisnya bukan secara langsung
terjun mendakwahi dan mempengaruhi mahasiswa yang berarti orang-orang
Mahasiswa, khususnya para mubalighnya ya langsung terjun ke mahasiswa. Tapi
dalam hal ini Muhammadiyah memakai teknis yang jitu yaitu dengan menyediakan
wadah yang memungkinkan menarik animo atau simpati mahasiswa untuk, memakai
fasilitas yang telah disiapkan. Pada mulanya para mahasiswa yang bergabung atau
yang mengikuti jejak-jejak Muhammadiyah oleh Muhammadiyah dianggapnya cukup
bergabung dalam organisasi otonom yang ada dalam Muhammadiyah, seperti Pemuda
Muahmmadiyah (PM) Yang diperuntukkan pada mahasiswa dan Nasyi'atul Aisyiyah
(NA) untuk mahasisiwi Yang lahir pada 27 Dzulhijjah 1349 H (NA) dan pemuda pada
tanggal 25 Dzulhiijjah 1350 H.
Anggapan Muhammadiyah tersebut lahir pada saat-saat
Muhammadiyah bermuktamar ke-25 di Jakarta pada tahun 1936 Yang pada saat itu
dihembuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah (PTM) dan pada saat itu pula Pimpinan Pusat (PP) Yang dipegang
oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937). Dan pada dikatakan bahwa anggapan dan
pemikiran mengenai perlunya menghirnpun mahasiswa Yang sehaluan dengan
Muhammadiyah yaitu sejak konggres ke-25 tersebut. Namun demikian keinginan
untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah pada saat itu masih vakum,
karena pada waktu itu Muhammadiyah masih belum memiliki Perguruan Tinggi
seperti Yang diinginkannya sehingga para mahasiswa Yang berada di Perguruan
Tinggi lain baik negeri ataupun swasta Yang sudah ada pada waktu itu secara
ideologi tetap berittiba' pada Muhammadiyah dalmn kondisi tetap mereka harus
mau bergabung dengan PM, NA ataupun Hizbul Wathon (HW).
Pada
perkembangan keberadaan mereka yang berada dalam ketiga organisasi otonom
tersebut merasa perlu adanya perkumpulan khusus mahasiswa Yang secara khusus
anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam. Alternatif yang mereka pilih yaitu
bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). bahkan ada image waktu itu yang
menyatakan bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah Yang diberi tugas khusus untuk
membawa mahasiswa dalam misi dan visi yang dimiliki oleh Muhammadiyah, karena
waktu itu ditubuh HMI sendiri dipegang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang
secara aktif mengelola HMI. Pada waktu itu Muhammadiyah secara kelembagaan
turut mengeloia HMI baik dari segi moral ataupun material, sampai belakangan
ini menurut data-data Yang ada di PP Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah
(terutama PTM dan RS Sosial) secara, materiil turut membiayai hampir setiap
aktifitas HMI baik mulai dari tingkat konggres sampai aktifitas sehari -hari.
Disinilah sekali lagi bukan.HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah
tapi sebaliknya bahwa Muhammadiyah yang dulu ikut aktif membesarkan HMI.
PP Pemuda Muhammadiyah yang oleh PP Muhammadiyah dan
Muktamar ke-I di Palembang (1956) dibebani tugas untuk menampung aspirasi aktif
para Mahasiswa Muhammadiyah, segera membentuk Study Group yang khusus Mahasiswa
yang berasal dari Malang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Padang, Ujung Pandang
dan Jakarta. Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di Jakarta tahun
1962 mengadakan kongres Mhasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta dan dari kongres
ini semakin santer upaya para tokoh Pemuda untuk melepaskan Departemen
Kemahasiswaan untuk berdiri sendiri. Pada 15 Desember 1963 mulai diadakan
pejajagan dengan didirikannya Dakwah mahasiswa yang dikoordinir oleh : Ir.
Margono, Dr. Sudibjo Markoes dan Drs. Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini berasal
dari Drs. Moh. Djazman yang waktu itu sebagai Sekretaris PP Pemuda
Muhammadiyah. Dan sementara itu desakan agar segera membentuk organisasi khusus
mahasiswa dari berbagai kota seperti Jakarta dengan Nurwijo Sarjono MZ.
Suherman, M. yasin, Sutrisno Muhdam, PP Pemuda Muhammadiyah dll-nya. Akhirnya
dengan restu PP Muhammadiyah waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi, dengan penuh
bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang khusus untuk Mahasiswa
Muhammadiyah yang diketuai oleh Drs. Moh. Djazman sebagai koordinator dengan
anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh, Soedibjo Markoes, Moh. Arief dll.
Jadi Pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan pencetus nama IMM adalah Drs. Moh. Djazman Al-kindi yang juga merupakan koordinator dan sekaligus ketua pertama. Muktamar IMM yang pertama pada 1-5 Mei 1965 di kota Barat, Solo dengan menghasilkan deklarasi yang dibawah ini. IMM adalah gerakan Mahasiswa Islam. Kepribadian Muhammadiyah adalah Landasan perjuangan IMM Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (sebagai stabilisator dan dinamisator).
Jadi Pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan pencetus nama IMM adalah Drs. Moh. Djazman Al-kindi yang juga merupakan koordinator dan sekaligus ketua pertama. Muktamar IMM yang pertama pada 1-5 Mei 1965 di kota Barat, Solo dengan menghasilkan deklarasi yang dibawah ini. IMM adalah gerakan Mahasiswa Islam. Kepribadian Muhammadiyah adalah Landasan perjuangan IMM Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (sebagai stabilisator dan dinamisator).
Ilmu adalah amaliah dan amal adalah Ilmiah IMM. IMM
adalah organisasi yang syah-mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan
dan falsafah negara yang berlaku.Amal IMM dilakukan dan dibaktikan untuk
kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Faktor Ekstern, yaitu sebagaimana Yang tersebut diatas baik Yang terjadi ditubuh umat Islam sendiri ataupun yang terjadi didalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia. Yang terjadi dimasyarakat Indonesia pada zaman dahulu hingga sekarang adalah sama saja, yaitu kebanyakan mereka masih mengutamakan budaya nenek moyang yang mencerminkan aktifitas sekritistik dan bahkan anemistik yang bertolak belakang dengan ajaran Islam murni khususnya dan tidak lagi sesuai dengan Perkembangan zaman. Hal semacam ini memunculkan signitifitasi (bias) yang begitu besar, utamanya pada kalangan mahasiswa Yang memiliki kebebasan akademik dan seharusnya memiliki pola pikir yang jauh, namun karena dampak budaya masyarakat yang demikian membumi, mereka akan menjadi jumud dan mengalami kemunduran.
Faktor Ekstern, yaitu sebagaimana Yang tersebut diatas baik Yang terjadi ditubuh umat Islam sendiri ataupun yang terjadi didalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia. Yang terjadi dimasyarakat Indonesia pada zaman dahulu hingga sekarang adalah sama saja, yaitu kebanyakan mereka masih mengutamakan budaya nenek moyang yang mencerminkan aktifitas sekritistik dan bahkan anemistik yang bertolak belakang dengan ajaran Islam murni khususnya dan tidak lagi sesuai dengan Perkembangan zaman. Hal semacam ini memunculkan signitifitasi (bias) yang begitu besar, utamanya pada kalangan mahasiswa Yang memiliki kebebasan akademik dan seharusnya memiliki pola pikir yang jauh, namun karena dampak budaya masyarakat yang demikian membumi, mereka akan menjadi jumud dan mengalami kemunduran.
Pergolakan OKP (Organisasi Kemasyarakatan Pemuda) atau
Organisasi Mahasiswa periode 50 sampai 65-'an terlihat menemui jalan buntu
untuk mempertahankan indpendensi mereka dan partisipasi aktif dalam pasca
Proklamasi (era kemerdekaan) RI. hal ini terlihat sejak pasca Konggres
Mahasiswa Indonesia pada 8 Juli 1947 di Malang Jawa Timur, yang terdiri dari
HMI, PMKRI, PMU, PMY, PMJ, PMKH, MMM, SMI, yang kemudian berfusi (bergabung)
menjadi PPMI (Perserikatan Perhimpunan-perhimpunan Mahasiswa Indonesia). PPMI
pada mulanya tampak kompak dalam menggalang persatuan dan kesatuan diantara
mahasiswa, namun sejak PPMI menerima anggota baru pada tahun 1958 yaitu CGMI
yang berkiblat dan merupakan anak komunis akhirnya PPMI mengalami keretakan
yang membawa kehancuran. PPMI secara resmi membubarkan diri pada Oktober 1965.
Sebenamya PPMI sebelum membubarkan diri, sekitar tahun
1964-1965 masing-masing organisasi yang berfusi dalam PPMI itu saling
berkompetisi dan sok revolosioner untuk merebut pengaruh para penguasa waktu
itu, termasuk juga Bung Karno Yang tak luput dari incaran mereka. Hal ini
diakibatkan karena masuknya CGMI kedalam PPMI yang seakan mendapatkan legitimasi
dari pihak penguasa waktu itu sehingga CGMI (PKI) terlihat besar. HMI pun saat
itu juga merevolosionerkan diri menjadi sasaran CGMI (PKI), sehingga HMI hampir
rapuh akibat ulahnya sendiri, karena pada saat itu PKI merupakan partai
terbesar dan pendukungnya selalu meneriakkan supaya HMI dibubarkan. HMI melihat
kondisinya yang rawan tidak tinggal diam, dengan segala upaya untuk
mengembangkan sayap dan memperkokohnya, HMI kembali berusaha mendapatkan
legitimasi kesana-kemari untuk menangkal serangan dari PKI yang berusaha
membubarkannya.
Pada saat HMI semakin terdesak itulah IMM lahir, yaitu
pada tanggal 14 Maret 1964. Salah satu faktor historisnya adalah untuk membantu
eksistensi HMI agar tidak mempan atas usaha-usaha yang akan membubarkannya.
Sekali lagi bahwa kelahiran IMM untuk membantu dan turut Serta mempertahankan
HMI dari usaha- usaha komunis yaitu PKI Yang akan membubarkannya dan sesuai
dengan sifat IMM itu sendiri yang akan selalu bekerjasama dan saling membantu
dengan saudaranya (saudaranya seaqidah Islam) dalam upaya beramar ma'ruf nahi
mungkar Yang merupakan prinsip perjuangan IMM.
Dan sekarang kita telah tahu bahwa IMM lahir memang merupakan suatu
kebutuhan Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap dakwahnya dan sekaligus
merupakan suatu aset bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam kemerdekaan
ini.Karena IMM merupakan suatu kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka
tokoh-tokoh PP Pemuda Muhammadiyah yang berawal dari HMI kembali keIMM sebagai
anak atau ortom.
Pergerakan mahasiswa kian hari terus bergeliat
menunjukkan eksistensinya sebagai agen sosial of change, Soekarno (1966) dan Soeharto (1998) lengser oleh gerakan mahasiwa.
Keduanya dimakzulkan dengan alasan telah melanggar konsitusi. Kiprah mahasiswa
sebagai pionir perubahan dalam mewujudkan ide dasar negara sesuai dengan
konstitusi menempatkan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang disegani.
Setidaknya mahasiswa memiliki peran ganda, yaitu sebagai insan akademik
(intelektual) dan agen perubahan sosial. Kedua kiprah tersebut dijalankan oleh
setiap mahasiswa sebagai wujud pengabdian terhadap bangsa.
Dalam perjalanannya, gerakan mahasiswa tidak terlepas dari perubahan seiring dengan perubahan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik tanah air. Terutama perubahan orientasi gerakan. Semula gerakan mahasiswa menyuarakan suara hati nurani rakyat yang mengacu pada terpenuhinya kepentingan dan kesejahteraan rakyat, kini hampir beralih orientasi pada keuntungan pribadi dan elit tertentu. Dalam perkataan lain, gerakan mahasiswa tidak lagi murni gerakan ideologis, melainkan gerakan yang ditunggangi kepentingan tertentu. Sehingga sering terjadi sebuah gerakan yang mengarah pada tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh mahasiswa sebagai insan akademik dan agen perubahan sosial.
Dalam perjalanannya, gerakan mahasiswa tidak terlepas dari perubahan seiring dengan perubahan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik tanah air. Terutama perubahan orientasi gerakan. Semula gerakan mahasiswa menyuarakan suara hati nurani rakyat yang mengacu pada terpenuhinya kepentingan dan kesejahteraan rakyat, kini hampir beralih orientasi pada keuntungan pribadi dan elit tertentu. Dalam perkataan lain, gerakan mahasiswa tidak lagi murni gerakan ideologis, melainkan gerakan yang ditunggangi kepentingan tertentu. Sehingga sering terjadi sebuah gerakan yang mengarah pada tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh mahasiswa sebagai insan akademik dan agen perubahan sosial.
Memasuki
era Reformasi yang sudah menginjak umur ke -13 tahun, ternyata bukan hanya
gerakan kemahasiswaan saja yang sudah keluar dari jalur yang sebenarnya, pemerintah pun belum juga menunjukkan
pergerakan ke arah perbaikkan. Sistem pemerintahan yang digulirkan justru sangat
membingungkan. Tiga elemen negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) saling
sikut dan saling bantai sehingga keadaan negara semakin semrawut. Keadaan itu
semakin diperparah dengan kondisi sosial masyarakat yang tidak stabil.
Masyarakat awam dibuat bingung dengan
parodi politik para pejabat negara yang satu persatu menyusul “mesantren” di
LP, mulai dari pejabat pemerintah, anggota dewan, penegak hukum, bahkan para
elit politik pun seperti tidak mau ketinggalan. Tidak hanya itu, sistem ekonomi
neo-liberalisme kepitalisme yang dijalankan pemerintah saat ini juga semakin
memperparah kondisi bangsa kearah keterpurukan, yang mengakibatkan kesenjangan
sosial-ekonomi yang semakin kentara.
Belum
usai masalah kebangsaan, ummat Islam semakin resah dengan kembali menghangatnya
isu NII KW 9 (Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9) yang mengatasnamakan
agama untuk menghancurkan agama, masyarakat semakin was-was terhadap gerakan
yang satu ini, mereka takut jika anak-anak mereka ikut kedalam gerakan ini. Yang
menjadi aneh adalah pemerintah seolah tak mau tahu, atau mungkin pura-pura tak
tahu terhadap permasalahan ini. Tidak ada penanggulangan yang dilakukan, untuk
setidaknya menelusuri dan menindak keberadaan NII KW 9 yang sekarang sudah
menjadi rahasia umum lagi. Data-data sudah di depan mata, tapi apa mau dikata,
kalau niat memang tidak ada. Ditambah lagi, Muhammadiyah sebagai Ormas Islam
modern terbesar di Indonesia yang sejatinya memiliki tujuan menegakkan dan
menjungjung tinggi ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya (Roni, 2010), justru ikut memperuncing keadaan, hal ini
terlihat pada Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat yang diadakan di
Tasikmalaya awal tahun ini. Salah seorang kader Muhammadiyah terpilih menjadi
Ketua PWM Jawa Barat, tetapi setelah ditelusuri, ternyata kader tersebut
melakukan kecurangan dengan adanya indikasi money politik. Maka semakin
kompleks saja pemasalahan bangsa ini.
Organisasi
kepemudaan, yang di dalamnya terdapat IMM, diharapkan menjadi jawaban nyata
terhadap berbagai permasalahan bangsa. Sekali lagi, harapan itu belum dapat
terwujud untuk waktu sekarang ini, karena IMM, dalam hal ini merupakan kader
intelektual Muhammadiyah, belum mampu untuk berbuat kesana, pergerakan IMM
masih cenderung ekslusif pada kader-kader di bawahnya saja, itupun masih
tertaih-tatih. Pergerakan IMM belum mampu menyentuh keruang publik, baik itu ke
intern Muhammadiyah sebagai organisasi induk, ataupun pada masyarakat secara
umum. Kegiatan yang dilakukan hanya sebatas kajian-kajian tanpa pergerakan
adapun kegiatan yang bersifat actuating, itupun masih dalam lingkup
kader saja.
Terkait
dengan hal di atas, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salahsatu pionir
gerakan mahasiswa di tanah air hendaknya tetap berpegang pada landasan
organisasi dan mulai berbenah diri. Menata kembali arah gerakan supaya tidak
terbawa pusaran arus yang menyesatkan. Reorientasi gerakan pada yang lebih baik
mutlak harus dilakukan sejak dini. Tanpa hal itu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
hanya tinggal nama yang kerap dibanggakan sebagai kejayaan masa lalu.
Pembenahan yang pertama harus dilakukan adalah melakukan kaderisasi yang
berkualitas dengan mendasarkan pada tri kompetensi kader yang meliputi
intelektualitas, humanitas dan spiritualitas. Intelektualitas dapat
mengantarkan kader menjadi insan akademik yang berpola pikir rasional dalam
mengahadapi setiap permasalahan. Humanitas mendorong kader menjadi pendamping
masyarakat dan melatih kepekaan sosial terhadap sesama. Dan spiritualitas
membentuk kepribadian kader yang moralis dengan dilandasi keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan.
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah harus menjadi pionir gerakan moral rasional yang membawa
perbaikan bagi bangsa. Sebuah gerakan perubahan yang berdasarkan prinsip
menjunjung tinggi moralitas, demokrasi, dan pluralisme dalam bingkai integrasi.
Mudah-mudahan ini dapat terwujud sebagai bagian dari pelaksanaan tri fungsi
kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Kader persyarikatan, kader keumatan dan
kader kebangsaan.
Sebagai
kader persyarikatan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan salah satu
organisasi otonom di bawah Muhammadiyah yang memiliki tujuan mengusahakan
terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam ranka mencapai tujuan
Muhammadiyah (Tanfidz keputusan Muktamar, 2010) yang merupakan kader
intelektual bagi Muhammadiyah. Oleh karena itu, sudah sewajarnya Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah menjadi sebuah organisasi otonom yang bersifat kritis
terhadap perkembangan yang ada dalam organisasi induknya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
jangan hanya menjadi “anak baik” yang
mengiyakan setiap perkataan dan perbuatan induknya, tetapi harus menjadi sebuah
katalisator yang dinamis menyuarakan perbaikan dalam tubuh Muhammadiyah. Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah harus mendukung Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagai organisasi Islam modern terbesar di Indonesia
yang selama ini dikenal sebagai sebuah organisasi massa. Muhammadiyah lebih
banyak berperan dalam tataran sosial keagamaan. Ribuan sekolah, ratusan Rumah
Sakit, dan puluhan perguruan tinggi telah didirikan. Namun hal itu belum dapat
berjalan sempurna jika ternyata kader-kadernya tidak memiliki akhlak yang
mulia. Karena sudah kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang menyempurnakan
akhlak. IMM dengan intelektualitas yang dimilikinya, mesti memberikan
konstribusi positif bagi perbaikan Muhammadiyah secara keseluruhan. Tidak sulit
mencari pengurus Muhammadiyah yang ahli dalam bidang muamalah, sebaliknya akan
sulit ditemukan pengurus Muhammadiyah yang memiliki kedalaman ilmu agama yang
mumpuni. Justru itulah bekal penting yang harus dimilki oleh setiap kader
Muhammadiyah dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam bidang keummatan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari
sejarah panjang pergerakan ummat Islam Indonesia yang begitu dinamis. Setelah
hampir 1 abad Muhammadiyah berdiri, ternyata penyakit masyarakat, dalam hal ini
TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat) masih saja merajalela. Penyakit TBC ini,
menurut kalangan sejarawan, antara lain diakibatkan dakwah walisongo yang belum
tuntas. Sehingga, kondisi masyarakat Islam kala itu masih seperti masyarakat Islam Mekah. Saat berada di
Mekah, Nabi Muhammad saw baru memberi pemahaman tentang tauhid, mengenai Islam
serta ajaran-ajarannya. Beliau masih membiarkan ummatnya mempraktekkan
amalan-amalan lama pengaruh dari agama dan kebudayaan seetempat.
Sebagai misal, beliau masih membiarkan sebagian
sahabat-sahabatnya mabuk-mabukkan, berjudi, dan seterusnya. Beliau baru
meluruskan amalan-amalan yang tak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran
Islam itu setelah berada di Madinah. Di Madinah ini pulalah beliau mlai
menegakkan hukum-hukum Islam. Berbagai praktek yang dianggap menyimpang dari
ajaran Islam beliau luruskan, bahkan beliau terapkan pula sanksinya.
Hal yang demikian itu pulalah yang dilakukakn
Walisongo ketika mengislamkan Tanah Jawa. Tugas itu tidaklah ringan, mengingat
ajaran animisme, Hindu, dan Budha sudah
begitu mengakar. Agama Islam bisa diterima masyarakat para wali terpaksa
menggunakan idiom-idiom budaya serta agama setempat. Misalnya saja pengguanaan
gamelan untuk mengumpulkan masyarakat, bedug untuk menyeru masyarakat
melaksankan shalat, selamatan untuk memperingati orang yang meninggal dunia,
dan seterusnya. Para Walisongo belum sempat melaksanakan hukum Islam secara
ketat sebagaimana Rasulullah SAW saat di Madinah. Penyakit TBC itu juga
diperparah oleh kedatangan kaum penjajah. Mereka sengaja memelihara penyakit
masyarakat itu. Tujuannya agar ummat Islam terninabobokan, tidak memberontak.
Ternyata ummat Islam terninabobokan sampai sekarang.
Karena penyakit masyarakat itu tidak juga hilang samapi saat ini, tidak hanya
itu, bahkan akidah ummat Islam pun sudah tergoyahkan dengan arus globalisasi
yang semakin mencenngkram ummat ini. Ini merupakan penjajahan bentuk baru yang
dialami ummat Islam Indonesia. Westrenisasi yang tak pandang bulu terus
menghantam akidah ummat yang sedang goyah dengan kondisi sosial ekonomi yang
yang tak karuan. Hal itu semakin
mengkerdilkan pemikiran ummat ini dengan antipati terhadap pembaruan yang
positif. Maka makin betah saja ummat ini dengan perilaku ibadah mereka yang
menyimpang ini. Padahal KH.A Dahlan
telah mengajarkan kepada kita “Semua ibadah diharamkan keculai ada perintah dan
semua muammalah (masalah dunia) boleh dilakukan kecuali ada larangan.” Yang
bermakna bahwa semua ibadah itu harus berdasarkan al-Quran dan Hadits (Sunnah
Rasulullah SAW). Apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah tak perlu dikerjakan.
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah sebagai kader intelektual Muhammadiyah mesti menjadi
Muhammad Darwis masa kini, yang dengan daya fikir kritisnya peka terhadap
permasalahan yang terjadi di masyarakat. Memiliki pengetahuan agama yang luas
dan mendalam, berani memberikan perubahan positif dalam kehidupan beragama
dimasyarakat dengan cara yang santun dan tidak mendeskriditkan orang lain. Ada
banyak orang di sekeliling kita yang masih melakukan ritual-ritual yang tidak
perlu dalam menjalankan agama. Tugas IMM lah untuk memberikan pengertian Islam
yang benar kepada masyarakat.
Islam adalah suatu agama yang hidup dalam
sebagian besar rakyat Indonesia. Bukan itu saja, Islam adalah suatu ideologi.
Islam bukan semata-mata suatu agama dalam arti hubungan manusai dengan Tuhan.
Islam mengandung dua unsur. Unsur hubungan manusia denga Tuhan-Nya dan manusai
dengan dengan sesama makhluk. Unsur ibadah dan muamalah. Unsur yang kedua ini,
yaitu unsur muamalah, meliputi kehidupan secara perseorangan, kehidupan secara
kekeluargaan, dan kehidupan kenegaraan (M. Natsir dalam Kholid .O Santosa,
2006).
Disinilah
IMM dituntut untuk bersikap inklusif pada masyarakat, Descartes mengatakan
“Cogito ergo sum, aku berfikir maka aku ada”. IMM adalah gerakan Intelektual
yang memiliki kelebihan dalam hal pola fikir dan daya fikir, tapi berfikir saja
tidak cukup, tapi harus direalisasikan dalam sebuah wacana, dan
diimplementasikan dalam sebuah gerakan. Gerakan yang dilakukan adalah gerakan
dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang memberikan pencerahan pada masyarakat tentang
ajaran Islam yang sebenarnya.
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah, selain sebagai kader persyarikatan, keumatan, juga
memiliki kepentingan dalam bidang politik. Ini terlihat dari doktrin IMM yang
terdapat dalam trifungsi kader, yaitu kader kebangsaan. IMM memiliki asas Islam
yang berarti doktrin tauhid sebagai landasan pergerakan. Lambang IMM dengan
jelas memberikan sinyal pada kita untuk berfastabiqul khairat dalam kehidupan
dengan memegang teguh dua kalimat syahadat. Dimana dua kalimat syahadat itu
dijadikan landasan gerak dalam tiap amal.
Selanjutnya,
keterlibatan IMM dalam perpolitikan nasional bukan berarti IMM itu berafiliasi
dengan salah satu partai politik, tetapi IMM justru menjadi kontrol terhadap
jalannya perpolitikan nasional. IMM harus peka terhadap isu-isu kebangsaan yang
terjadi di Indonesia sebagai langkah awal gerak IMM sebagai agen kontrol sosial
bagi kepentingan masyarakat. IMM harus vokal menyuarakan
kepentingan-kepentingan masyarakat bawah dan menjadi jembatan antara masyarakat
dengan pemerintah sehingga terjadi harmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Artinya
kader IMM harus masuk kedalam semua elemen masyarakat dengan tanpa
memilih-milih. Dampaknya bahwa kader IMM harus memiliki keilmuan yang luas dan
mendalam sebagai bekal untuk terjun langsung kemasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A.Zakaria,
Etika Hidup Seorang Muslim, Azka, Garut, 2003
Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum, Rosdakarya, Bandung, 2000.
Ali
Syari’ati, Pemimpin Mustadh’afin, Muthahhari Papperback, Bandung, 2002
DPP
IMM, Tanfidz Keputusan Muktamar XIV IMM di Bandung, Jakarta 2010.
Heri
Sucipto & Nadjamuddin Ramly, Tajdid
Muhammadiyah, Grafindo, Jakarta, 2005
http://imm,
kotabandung.blogspot.com/2010/01/imm-sebagai-gerakan-moral.html
Kholid.
O Santosa, Mencari Demokrasi, Sega Asri, Bandung, 2006.
Roni
Tabroni, Etika Politik Muhammadiyah, Ar Raafii, Bandung, 2010.